Jumat, 23 Desember 2011

Sajak-sajak Ahid Hidayat



Ahid Hidayat
lahir di Majalengka, 30 Agustus 1967. Menulis puisi dan cerpen, di samping menerjemahkan cerpen dan menulis artikel. Sejumlah tulisannya pernah dimuat di beberapa media massa (Harian Fajar, Majalah Sastra Horison, Harian Media Indonesia, Harian Pikiran Rakyat, Harian Republika). Tinggal di Kendari, Sulawesi Tenggara.



Bintang
malam menawarkan berjuta bintang
di kancah langit meluas pandang
cakrawala mendekap bumi tidur lelap
semesta menyapa begitu ramah
gelandangan dan jelata tanpa rumah
siang menampakkan sebuah bintang
di pundak bajumu, cuma satu, tanpa cerlang
engkau tegak berjalan, membusung dada
memandang tajam ke depan, tiada sapa hangat
bagi pesuruh yang mengangguk hormat
dan tergesa membuka pintu buat kau lewat

Monolog Rama
(ketika malam dipirig rerintik hujan)
Istriku,
katakan kepada mereka, manusia
aku berperang di medan laga
sama sekali bukan kerna gengsi
akan kesucianmu aku tak sangsi
(petir menggelegar, tiba-tiba)
Istriku,
bahkan cinta pun harus bersujud
pada singgasana
(gerimis itu menjadi hening)

Surat Kemarau 1
kita memerah airmata kemarau
yang kian mengental, menggumpal
ladang waktu kita olah berdua
menanam bunga menanam cinta
“di mana gerangan benih?”
katamu
kekasih,
di tebing nurani kita
benih berakar bertunas

Surat Kemarau 2
kita menebar beragam benih
bermacam bunga, butiran cinta yang putih
tapi dengan apakah ladang waktu disiram
sedang airmata tinggal setetes dipendam
“betapa gersang leladang,”
katamu
moga-moga, kekasih
malam ini gerimis merintik
terbawa angin kemarau

Leladang Kerontang
kita terus mengolah ladang kerontang dari pagi
hingga petang bekerja tak henti-henti
meski terik matahari mendera jiwa dan raga
memanggang semaian kenang
kita terus menabur butiran harap
pada galur demi galur dan menyiram tunas-tunas
kehidupan dengan tetes demi tetes airmata
tetes-tetes darah putih darah merah
kita pun menunggu waktu dalam terpaan derita
sampai masa panen tiba
seperti bebongkah tanah yang kian kering meretak
kita semakin keriput dan pucat menjelma mayat
lewat bulan demi bulan sampai rambut penuh uban
sampai asing haus lapar, kita lemas terperangah
sebab hanya alang-alang
menutup hamparan leladang

Di Selat Cempedak
di selat cempedak
laut bergolak
kesiur angin timur yang kalut
bersekutu dengan kabut
mengirim bebayang maut
gemuruh bising mesin kapal
adalah derap kaki penjagal
memberi kabar kunjungan ajal
di selat cempedak
maut menetak

Dalam Perih
sepenggal duka
dari harmonika
sehampar garang
dari puncak siang
memerangkap sukma
dalam perih-luka
mahasempurna
april 2007

Di Luar Dekap
di emper kedai
seorang anak lelap
ketika malam lunglai
di luar dekap
bantal kumal kelabu
mengantarkan mimpi
lezat sepotong rindu
yang ingin sekali kubeli
april 2007

Akulah Ikan
akulah ikan, sial dan bodoh
terjebak dimakan umpan
akulah ikan, tergopoh
diperdaya sedap santapan
dan sepanjang garang hari
kau tarik-ulur tali pancing
dan di karang-karang mati
aku terbentur terbanting-banting
april 2007

Tanpa Kata
adalah kata
tali pengikat paling menjerat
karena kata
kujunjung kau sebagai sahabat
kupancung kau bedebah khianat
dengan kata
dua gugus cinta menyatu rapat
dua lempeng benci berkarat
tanpa kata
aku dikubur sunyi liang lahat

0 komentar:

Posting Komentar