Jumat, 23 Desember 2011

Sajak-sajak Ahid Hidayat



Ahid Hidayat
lahir di Majalengka, 30 Agustus 1967. Menulis puisi dan cerpen, di samping menerjemahkan cerpen dan menulis artikel. Sejumlah tulisannya pernah dimuat di beberapa media massa (Harian Fajar, Majalah Sastra Horison, Harian Media Indonesia, Harian Pikiran Rakyat, Harian Republika). Tinggal di Kendari, Sulawesi Tenggara.



Bintang
malam menawarkan berjuta bintang
di kancah langit meluas pandang
cakrawala mendekap bumi tidur lelap
semesta menyapa begitu ramah
gelandangan dan jelata tanpa rumah
siang menampakkan sebuah bintang
di pundak bajumu, cuma satu, tanpa cerlang
engkau tegak berjalan, membusung dada
memandang tajam ke depan, tiada sapa hangat
bagi pesuruh yang mengangguk hormat
dan tergesa membuka pintu buat kau lewat

Monolog Rama
(ketika malam dipirig rerintik hujan)
Istriku,
katakan kepada mereka, manusia
aku berperang di medan laga
sama sekali bukan kerna gengsi
akan kesucianmu aku tak sangsi
(petir menggelegar, tiba-tiba)
Istriku,
bahkan cinta pun harus bersujud
pada singgasana
(gerimis itu menjadi hening)

Surat Kemarau 1
kita memerah airmata kemarau
yang kian mengental, menggumpal
ladang waktu kita olah berdua
menanam bunga menanam cinta
“di mana gerangan benih?”
katamu
kekasih,
di tebing nurani kita
benih berakar bertunas

Surat Kemarau 2
kita menebar beragam benih
bermacam bunga, butiran cinta yang putih
tapi dengan apakah ladang waktu disiram
sedang airmata tinggal setetes dipendam
“betapa gersang leladang,”
katamu
moga-moga, kekasih
malam ini gerimis merintik
terbawa angin kemarau

Leladang Kerontang
kita terus mengolah ladang kerontang dari pagi
hingga petang bekerja tak henti-henti
meski terik matahari mendera jiwa dan raga
memanggang semaian kenang
kita terus menabur butiran harap
pada galur demi galur dan menyiram tunas-tunas
kehidupan dengan tetes demi tetes airmata
tetes-tetes darah putih darah merah
kita pun menunggu waktu dalam terpaan derita
sampai masa panen tiba
seperti bebongkah tanah yang kian kering meretak
kita semakin keriput dan pucat menjelma mayat
lewat bulan demi bulan sampai rambut penuh uban
sampai asing haus lapar, kita lemas terperangah
sebab hanya alang-alang
menutup hamparan leladang

Di Selat Cempedak
di selat cempedak
laut bergolak
kesiur angin timur yang kalut
bersekutu dengan kabut
mengirim bebayang maut
gemuruh bising mesin kapal
adalah derap kaki penjagal
memberi kabar kunjungan ajal
di selat cempedak
maut menetak

Dalam Perih
sepenggal duka
dari harmonika
sehampar garang
dari puncak siang
memerangkap sukma
dalam perih-luka
mahasempurna
april 2007

Di Luar Dekap
di emper kedai
seorang anak lelap
ketika malam lunglai
di luar dekap
bantal kumal kelabu
mengantarkan mimpi
lezat sepotong rindu
yang ingin sekali kubeli
april 2007

Akulah Ikan
akulah ikan, sial dan bodoh
terjebak dimakan umpan
akulah ikan, tergopoh
diperdaya sedap santapan
dan sepanjang garang hari
kau tarik-ulur tali pancing
dan di karang-karang mati
aku terbentur terbanting-banting
april 2007

Tanpa Kata
adalah kata
tali pengikat paling menjerat
karena kata
kujunjung kau sebagai sahabat
kupancung kau bedebah khianat
dengan kata
dua gugus cinta menyatu rapat
dua lempeng benci berkarat
tanpa kata
aku dikubur sunyi liang lahat

»»  Baca Selengkapnya...

SAJAK-SAJAK




DIPAN USANG

Kau terpasang di sudut ruangan
Teronggok tanpa sapa dan tawa
Derai air mata menetes di tiap sudut- sudut matamu
Segumpal dosa melonglong menjerit dan merintih

Dipan usang
Rintih mu tanpa kata
Tanpa cahaya yang mampu menerobos kesepianmu
Keabu-abuan yang ada pada dirimu

Kreek…. Kreek….
Rintihmu kala orang berada di atasmu
Bak kaum papa yang senantiasa tertindas oleh penguasa
Tanpa daya tuk meronta
Tanpa daya tuk berkata
Seperti dinding putih tanpa bercak warna kau berkat
Ini takdir…!!!




LAPOA

Dari satu titi pijakanku mengayun
Kau antarku dengan senyum di penghujung gerbang
Melodi ilalang nan pepohonan bersiul mengiring derap langkahku
Senyum mengembang di setiap tikungan
Membuatku rindu akan sejuk belaianmu
Tunas kan datang membawa kedamaian tukmu
Ku kan kembali dan mengabdi tukmu lapoaku
Nantikan aku di penghujung gerbangmu

TANAM PADI

Kau tancapkan setiap helai padi
Di atas bantalan tanah bajakan
Seperti kau tancapkan harapan pada putrimu

Sanggupkah ku menjadi seperimu
Pahitnya kehidupan
Perjuangan yang begitu besar
Namun tak pernahku dengar dari bibir mungilmu sebuah rintihan…

Oooh… betapa berdosnya diriku
Bila setiap tetes keringatmu kugunakan tuk kesenanganku
Pergi sopping, jogging…
Bahkan haruskah keringat ikhlasmu kugunakan tuk landing

Keyakinanmu kan membawa keberhasilan bagi putrimu
Kau tuai padi, laksana kau tuai pelangi
Setiap tancapan padimu penyemangat bagiku
Nantikan kesuksesanku tukmu…
»»  Baca Selengkapnya...

Nilai Kehidupan Naskah Drama Bulan Muda yang Terbenam


Abstrak

Alasan atau analisis yang saya tulis mengenai naskah drama yang berjudul Bulan Muda yang Terbenam karya La Ode Balawa yakni untuk mengetahui isi drama tersebut, amanat apa yang ingin disampaikan pengarang melalui drama yang ditulis tersebut. Kemudian hubungannya dengan kehidupan sekarang apakah merupakan perbandingan atau gambaran bagi kehidupan sekarang ini. Perbandingan naskah drama yang saya analisis ini apakah ada kesamaan dengan naskah-naskah yang sudah pernah dibaca sebelumnya, yang temanya hampir mirip dengan naskah drama yang lain, misalnya saja naskah drama dari daerah lain yang menceritakan seperti cerita yang ada pada naskah drama Bulan Muda yang Terbenam karya La Ode Balawa hanya saja asal cerita rakyatnya saja yang berbeda. Bila saja kejadian cerita rakyat yang diangkat menjadi drama Bulan Muda yang Terbenam sama dengan cerita rakyat yang ada di daerah lain dengan tokoh yang berbeda namun amanatnya mirip ataupun sama.

Pendahuluan

Dilihat dari judulnya yaitu Bulan Muda yang Terbenam dapat pula diartikan atau arti yang terkandung dalam drama karya La Ode Balawa itu yakni kisah kemalangan yang mana bulan muda adalah bulan yang timbul pada saat di awal-awal munculnya bulan dan biasanya bulan muda itu sangat indah memancarkan cahayanya dan bisa dibayangkan bulan yang sangat indah menerangi malam itu akhirnya harus tenggalamd an membuat malam menjadi gelap gulita. Itulah gambaran awal mengenai isi drama yakni awal yang indah dikarenakan keindahan cinta yang berkahir dengan kematian yang artionya kegelapan.
Sastra umumnya berarti segala sesuatu yang tertulis, pemakaian bahasa dalam bentuk tertulis. Ini berarti bahwa bahasa yang dipakai sebagai sarana primer sastra adalah bahasa tulis. Teks sastra itu secara keseluruhan adalah sebuah tanda dengan semua cirinya: untuk pembaca, teks itu pengganti dari suatu yang lain, katakanlah suatu kenyataan yang dibayangkan dan bersifat fisksional. Tanda ini ada pengirimnya secara kasar adalah penulis. Karya sastra yang ditulis pengarangnya merupakan gambaran dari kenyataan yang mungkin terjadi di dunia nyata. Karya sastra ada yang berbentuk tulis dan ada pula yang lisan, misalnya puisi dan drama adalah karya sastra yang berbentuk tulisan dan karya sastra lisan, seperti hikayat atau cerita rakyat dari masing-masing daerah, kesemuanya itu adalah fiksi yang diperkirakan terjadi pula pada dunia nyata.
Karya sastra telah ada sejak berabad-abad. Berbagai macam karya sastra yang ada di dunia di antaranya karya sastra berbentuk drama. Drama adalah karya sastra yang ditulis pengarangnya. Ada dialog antar tokoh yang dipentaskan di atas panggung dan sifatnya menghibur dan memiliki nilai seni yang indah. Drama dapat dinikmati orang di kalangan apapun, biasanya cerita dalam drama itu bermacam-macam, ada yang bertemakan tentang cinta, kesedihan, kerajaan dan drama yang berasal atau diangkat oleh penulis melalui cerita rakyat yang ada di daerah tertentu. Drama memiliki kekhasan yang unik, biasanya ceritanya mewakili kejadian yang mungkin terjadi di masyarakat.
Berbagai jenis drama mewarnai khazanah karya sastra di Indonesia khususnya, misalnay drama tentang cinta yang sangat banyak kita dapatkan pada karya-karya penyair Indonesia, selain itu, salah satu jenis drama yang mengangkat cerita rakyat juga banyak terdapat diberbagai wilayah. Misalnya saja drama tentang Jaka Tarub yang diangkat dalam cerita rakyat daerah Jawa, begitu pula salah satu naskah drama yang diangkat melalui cerita rakyat Buton yang berjudul Bulan Muda yang Terbenam karya La Ode Balawa, dan masih banyak lagi karya sastra berbentuk drama  yang mengangkat cerita rakyat dari daerah Sulawesi Tenggara. Serta nilai moral yang terdapat dalam naskah drama itu sangat membangun inspirasi dan bahan perkembangan bagi penikmat karya sastra terutama karya sastra berbentuk drama.

Pembahasan

Drama Bulan Muda yang Terbenam karya La Ode Balawa ini mengisahkan tentang kisah dua insan manusia yang menjalin hubungan asmara, tetapi hubungan mereka dikekang oleh orang tua wanitanya, karena orang tua si wanita itu sudah menjodohkannya dengan laki-laki pilihan ayahnya. Drama yang diangkat melalui cerita rakyat dari daerah buton, Sulawesi Tenggara adalah contoh betapa kita tidak bisa memilih sendiri pendamping hidup sendiri yang kita anggap baik atau pantas untuk bersama mengarungi hidup, melainkan seakan-akan jodoh dari seorang anak ditentukan oleh orang tua masing-masing. Dalam drama ini tema yang terdapat  ialah kekuatan cinta,  pengarang mencoba mengisahkan kisah cinta dua insan manusia yang begitu kuat bahkan kematian pun tak menjadi halangan bagi mreka untuk tetap menjalani hubungan yang mereka akui adalah suci. Pengarang juga menceritakan  betapa orang yang miskin atau orang yang dari kalangan bawah dilarang mencintai orang dari kalangan atas atau anak raja, karena perbedaan derajat itu cinta harus mengalah meskipun pada kenyataannya dalam cerpen ini terjadi pemberontakan atas nama cinta yang dilakukan tokoh La Domai dan tokoh Wani, karena cinta mereka tidak direstui oleh orang tua Wani, maka mereka mengambil keputusan untuk kabur bersama, dan sumpah untuk sehidup semati mereka jalani. Pemberontakan mereka berujung kematian, karena ayah Wani menyuruh kakak Wani yaitu La Ngkaliti untuk membunuh anaknya sendiri dan kekasihnya karena telah berani melawan kemauannya. Dengan terpaksa pun La Ngkaliti sebagai kakak Wani membunuh La Domai, kekasih Wani, dan Wani pun bunuh diri karena mengetahui kekasihnya telah mati, pengarang mencoba menggabarkan betapa dahsyatnya kekuatan sumpah yang diucapkan tokoh Wani, yang mengatakan hanya mautlah yang dapat memisahkan mereka berdua, di sini terdapat kritik yang positif bagi kehidupan. Jika dihubungkan dengan kehidupan di masa sekarang, di mana di zaman dulu kesakralan sumpah yang diucapkan oleh seseorang itu harus dipegang teguh kekuatannya karena sumpah itu adalah janji kepada sang Pencipta dan alam sebagai saksinya.
Jika melanggar sumpah adalah hal yang sangat memalukan, dalam drama tersebut mengisahkan hampir tidak ada manusia pada masa itu yang melanggar sumpahnya. Jika dibandingkan di masa sekarang sumpah tidaklah begitu sakral atau suci, karena keyakinan yang sudah mulai pudar  tentang arti sumpah yang sebenarnya. Sangat banyak kita dapatkan di masa sekarang janji seakan tak berarti apa-apa lagi. Janji hanya sekedar janji belaka, kritik dalam drama ini bila diumpamakan pejabat-pejabat kenegaraan yang sebelum menjadi pejabat berbagai janji dari mulut mereka keluar dengan begitu saja tetap kenyataannya setelah menjadi pejabat kenegaraan yang sesuai dia inginkan janjinya itu pun terlupakan begitu saja entah karena jabatan yang didapatkan membuatnya terlena hingga melupakan janji-janji  yang pernah diucapkan. Di sini sangat terlihat perbedaan yang ingin dikemukakan pengarang jika melihat dari sudut pandang tentang sumpah. Sumpah bahkan tak memiliki arti apa-apa lagi pada masa sekarang, sumpah bagaikan sesuatu ucapan biasa-biasa saja yang ingin diucapkan seseorang untuk meyakinkan. Namun mengeluarkan kata-kata sumpah maupun janji itu tidak sama sekali meyakini makna sumpah yang sebenarnya, seharusnya janji ataupun sumpah yang pernah diucapkan itu ditepati sebagaimana dalam drama ini. Tokoh Wani bersumpah kepada La Domai kekasihnya dan sumpahnya itu pun ditepatinya meski harus mengorbankan nyawanya karena sumpah setianya itu.
Selain perbandingan dari pengarang mengenai nilai sumpah pada zaman kerajaan di Buton dan nilai sumpah pada zaman sekarang, kisah cinta yang berakhir dengan perpisahan yang berujung kematian juga dikisahkan dalam kisah cinta Romeo dan Juliet. Cinta yang begitu kuat, dan janji sehidup semati meskipun pada akhirnya cinta yang mereka pertahankan berujung dengan kematian. Cinta mereka tidak berakhir dengan bahagia, melainkan berakhir dengan tragis dan menyedihkan.  Seperti itu pulalah pengarang mencoba mengisahkan dan menyajikan drama Bulan Muad yang Terbenam, namun dalam drama ini ceritanya diangkat melalui cerita rakyat dari daerah Buton. Sedangkan Romeo dan Juliet adalah kisah yang berasal dari luar negeri. Romantisisme yang digambarkan pengarang dalam drama Bulan Muda yang Terbenam juga sangat mewarnai drama ini. Di mana keegoisan untuk sesuatu hal sangat ditonjolkan. Romantisisme memang terkesan melebih-lebihkan pada kedua drama tersebut, karena pada kenyataannya sangat jarang terdapat sepasang kekasih yang rela mati mempertahankan cintanya di masa sekarang ini. Walaupun itu ada mungkin salah satu pihak yang mengakhiri hidupnya karena perasaan ingin memiliki yang tidak memakai logika dan akal sehat, misalnya seseorang mengakhiri hidupnya dengan cara bunuh diri karena orang yang dicintainya berkhianat dan pergi meninggalkannya bukan karena kesetiaan dari keduabelah pihak yang saling mencintai, seperti yang digambarkan pengarang dalam naskah Bulan Muda yang Terbenam karya La Ode Balawa tersebut. Keegoisan salah satu pihak yang tidak memikirkan kehidupan orang lain, pengarang mencoba menggambarkan bagaimana keegoisan itu adalah hal yang seharusnya tidak terjadi, menjadi mutlak terjadi meskipun kepedihan dan kesedihan menjadi akhir dari semua akibat keegoisan asalah satu pihak.
Berbagai sudut pandang pengarang mewarnai naskah drama karya La Ode Balawa ini, dari sudut pandang kelestarian sastra yang ada di  masing-masing daerah yang ada di Indonesia khususnya sastra lisan yang keberadaannya hampir punah, bahkan mungkin sebagian sastra lisan yang ada di Indonesia khususnya di Sulawesi Tenggara sudah ada punah karena  kurangnya kemauan untuk meneruskan sastra lisan dari daerah masing-masing. Di sini pengarang mencoba memperkenalkan sastra lisan berbentuk mantra, yang ada di daerah Buton yang merupakan warisan nenek moyang daerah itu. Dalam naskah, tokoh Amangkali, ayah Wani sewaktu adegan pertemuan dengan keluarga dan pejabat kerajaan pembacaan mantra dari daerah Buton itu dilakukan pada saat pembukaan pertemuan dalam kerajaan itu, yang pada masa itu, mantra tersebut  berguna sebagai do’a bagi mereka yang mempercayainya dan juga sebagai tolak bala agar bencana tidak menghampiri wilayahnya, khususnya lingkungan kerajaan Mata Sangia yang berada di daerah Buton tersebut. Melalui mantra itu pengarang sangat jelas mempunyai motivasi untuk melestarikan sastra lisan yang ada di Buton melalui drama Bulan Muda yang Terbenam. Mengingat sastra lisan sudah mulai punah, pengarang melestarikannya dalam naskah drama yang nantinya baik pembaca maupun penonton drama tersebut mengetahui budaya leluhur yang ada di daerah Buton maupun daerah manapun harus dijaga kelestariannya meskipun globalisasi semakin deras mengalir di Indonesia.
Bila dibandingkan dengan naskah drama yang berjudul Dilarang  Kawin (Iwan Djibran) juga memiliki kesamaan, yang mana dalam naskah Bulan Muda yang Terbenam tokoh Wani yang begitu mencintai tokoh La Domai tidak direstui oleh orang tuanya yakni Amangkali, karena tidak sederajat. Dan dalam naskah Dilarang Kawin tokoh Susi Hong yang merupakan anak keturunan Cina yang menjalin hubungan dengan tokoh Drajat juga tidak mendapat restu dari orang tua keduanya. Perbedaan pada naskah Dilarang Kawin mengenai status kewarganegaraan yang menjadi masalah. Sedangan dalam naskah drama Bulan Muda konfliknya pada status derajat  sosial yang berbeda yang mana tokoh Wani dari keluarga raja sedangkan tokoh La Domai berasal dari keluarga yang sederhana atau bukan keturunan Ningrat.
Melihat apa yang diceritakan pengarang dalam drama Dilarang Kawin, naskah tersebut menceritakan bagaimana pasangan yang saling mencintai memiliki perbedaan kewarganegaraan yang mana tokoh Susi Hong adalah berasal dari negara Cina sedangkan Drajat dari Indonesia. Namun Susi Hong bertempat tinggal di Indonesia dan dia tidak perduli dengan status kewarganegaraan itu. Bagi tokoh Susi Hong perbedaan kewarganegaraan tidak bisa menghalangi untuk mencintai dan dicintai oleh tokoh Drajat. Begitu pula tokoh Drajat. Ia juga tidak memperdulikan perbedaan status kewarganegaraan itu. Dalam naskah ini kedua orang tua dari kedua belah pihak sama-sama tidak  menyetujui jika mereka berdua menikah, yang mana menurut orang tua Susi Hong orang  pribumi atau orang Indonesia itu tidak pantas dengan orang Cina, begitu pula ayah Drajat yang tidak mau mempunyai menantu  yang berkewarganegaraan Cina itu. Bagi ayah Drajat, Susi Hong yang merupakan warga negara Cina itu hanyalah parasit dan hanya benalu bagi bangsa. Drajat telah dijodohkan dengan tokoh Dewi yang berkewarganegaraan Indonesia namun Drajat tidak menyukai Dewi dia hanya mencintai Susi Hong. Namun meskipun mereka bersikeras untuk mempertahankan hubungan mereka, tetap saja pada akhirnya mereka berdua tidak bisa bersatu.
Dalam drama Dilarang kawin juga memiliki nilai moral, sma dengan naskah Bulan Muda Yang Terbenam. Nilai moral yang ada dalam naskah Dilarang Kawin yang ingin disampaikan pengarang kemungkinan mengenai konflik antar negara yang hingga saat ini masih banyak terjadi, seharusnya kedamaian antara negara itu harus tercipta, perbedaan kewarganegaraan antara tokoh Drajat dan Susi Hong membuat cinta yang mereka rajut terhalang. Di sini dapat dilihat berdasarkan sudut pandang pengarang yang mencoba menimbulkan perasaan cinta, kasih sayang dan saling menyayangi dengan tulus, gambaran dari beberapa indahnya jika dua negara yang memiliki perbedaan baik dari segi politik, ekonomi, sosial, dan budaya bersatu dan menjalin hubungan antar negara yang baik hingga tercapailah perdamaian antara negara. Pengarang juga mencoba melihat sudut pandang betapa perbedaan yang begitu kuat dapat membuat suatu hal yang indah bila bersama menjadi hancur  dan tidak bisa bersatu. Ini gambaran yang ingin disampaikan pengarang dalam naskah Dilarang Kawin yang mana perbedaan status warga negara akhirnya membuat dua orang yang saling mencintai tidak bisa bersatu. Pengarang mencoba menggambarkan kekuatan cinta pun tak bisa menyatukan dua keluarga apalagi untuk menyatukan dua negara yang pemerintahannya begitu besar. Pengarang memunculkan bagaimana perselisihan antar negara itu masih terjadi. Melihat kenyataan banyak negara tidak mau berdamai dengan negara tertentu. Perselisihan terus terjadi sejak zaman penjajahan hingga sekarang masih ada saja negara yang tidak bisa berdamai dan menyelesaikan masalah dengan kepala dingin melainkan angkat senjata dan kematian seakan itulah cara terbaik untuk menyelesaikan masalah.
Ini terlihat drama ini larangan keras dari orang tua Drajat maupun orang tua Susi Hong melarang keras mereka untuk bersatu. Cinta yang mereka rajut merupakan gambaran hal yang indah jika mereka bersatu dan menjadi sepasang suami istri. Namun karena ke tangan orang tua mereka pun tak bisa bersatu. Begitu pula gambaran negara yang saling berselisih, meskipun pada dasarnya kedua negara yang berselisih itu mencintai perdamaian. Tetapi karena keegoisan mempertahankan pendapat masing-masing kerinduan akan kedamaian yang mereka rasakan tidak mengalahkan keegoisan mereka  tidak bisa berdamai.
Kejadian yang sama pada naskah drama Bulan Muda yang Terbenam karya La Ode Balawa, yang intinya juga dilarang kawin oleh ayahnya meskipun pada drama ini bukan atas dasar perbedaan kewarganegaraan antara tokoh Wani dan tokoh La Domai melainkan karena Wani adalah putri orang ternama pada masa itu sedangkan La Domai adalah keturunan rakyat biasa. Namun pada dasarnya kedua naskah tersebut yang menjadi penghalang sebuah hubungan adalah status sosialnya yang menurut mereka tidak pantas jika bersatu dalam suatu hubungan apalagi ikatan pernikahan. Pengarang naskah Bulan Muda yang Terbenam mencoba melihat dari sudut perbedaan status sosial yang berbeda itu, banyak menjadi pengahalang bagi suatu hubungan dalam kehidupan nyata. Banyak sekali kita jumpai misalnya saja orang yang status sosialnya berada di bawah selalu tidak disetujui oleh orang tuanya maupun pihak keluargabta, bukan hanya hubungan cinta saja melainkan hubungan pertemanan juga dalam kenyataan banyak orang yang status sosialnya berada di bawah.

Kesimpulan
Drama Bulan Muda yang Terbenam karya La Ode Balawa memiliki banyak kekhasan mengenai isi cerita. Dalam drama ini, kisah cinta yang berakhir dengan kematian, kekuatan, dan kesakralan sebuah janji atau sumpah pada zaman dahulu dan zaman sekarang serta nilai budaya  berbentuk sastra lisan dari daerah Buton yang diangkat pengarang sebagai wujud kecintaan karya sastra di daerahnya dengan cara mencantumkan dalam naskah dramanya. Agar sastra lisan yang ada tidak mengalami kepunahan. Bulan Muda yang Terbenam  merupakan drama yang diangkat  dari cerita rakyat daerah Buton yang menggambarkan kisah kehidupan pada zaman kerajaan di Buton.

Daftar Pustaka

Djibran, Iwan. 2005. Antologi Drama Sulawesi Tenggara. Kendari: Kantor Bahasa Sulawesi Tenggara.
Hidayat, ahid. 2009. Kontrapropaganda dalam Drama Propaganda, Sejumlah telaah. Kendari: FKIP Unhalu.
Wahid, Sugira. 2004. Kapita Selekta Kritik Sastra, cetakan kedua. Makassar: Jurusan Bahasa dan Sastra Indonesia dan Daerah Universitas Negeri Makassar (UNEM).




 A. Dewi Lestari dilahirkan di Lapoa, 09 Juni 1990, semasa kecilnya dia habiskan di desa Talutu Jaya, Kecamatan Tinanggea dan di Kota Kendari, Sulawesi Tenggara. Setelah tamat di SDN 2 Lapoa Baru (tamat 2002), kemudian melanjutkan sekolah di MTsN Lapoa (tamat 2005), tamat di MTsN ia melanjutkan sekolah  di SMAN 1 Tinanggea, Kecamatan Tinanggea Kabupaten Konawe Selatan. Meneruskan kuliah di perguruan tinggi, Universitas Haluoleo di Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Jurusan Bahasa Seni.

»»  Baca Selengkapnya...

Cinta yang Tak Terungkap



Suatu hari di keheningan malam, saat aku membaca buku di kamarku. Langit malam yang biasanya kelam, kali ini terlihat cerah bertabur bintang yang bersinar di langit. Kulanjutkan membaca buku yang sempat tertunda oleh indahnya langit yang tak sengaja tertangkap sudut mataku, kubaca baris demi baris yang entah benar-benar kupahami isinya atau tidak. Setelah membaca buku, aku tertidur dengan pulasnya tanpa mendengarkan bisingnya kendaraan yang lalu lalang di sekitar rumah dan akupun jatuh ke mimpi yang dalam.
“Yun..Yuniiiii..Yuni bangun, sudah subuh!”. Kudengar teriakan mamaku yang membangunkanku untuk shalat.
Aku belum sepenuhnya bangun dari tempat tidurku, hanya masih duduk terdiam di tempat tidurku itu. Sepertinya tadi malam aku tidur rusuh sekali, aku menyadarinya setelah melihat posisi tidurku  yang sudah tidak sesuai dengan posisiku sebelum aku tidur semalam, ditambah lagi dengan seprei pink kesukaanku yang sudah kusut, tapi aku tidak peduli, yang ku tahu hari ini aku harus memulai hari dengan indah. Aku bergegas beranjak ke kamar mandi biar hari ini aku nggak terlambat masuk kampus. Yah, maklumlah kebiasaan melamun malam sampai telat untuk bangun subuh. Pakaian yang akan kukenakan ke kampus sudah tertata dengan rapi di lemari, yaaaa tinggal mata dan tangan ini yang pandai-pandai memilih untuk dipakai hari ini. Sudah setahun belakangan ini aku memang sedang mengoleksi pakaian-pakaian yang aku hunting dari majalah-majalah terkenal. Dan kebanyakan diantaranya adalah pilihan mama yang menurutnya is the best. Ibuku adalah orang yang paling cantik dan paling baik sedunia, dan aku adalah anak kesayangannya. Walaupun anak kesayangan, tetap saja aku dibiarkan harus mengendarai motor sendiri ke kampus, kata mama sih biar aku nggak  dimanjakan secara berlebihan dan tidak menimbulkan kecemburuan sosial terhadap adikku, Rama yang masih duduk di bangku Sekolah Menengah Pertama. 
Setelah sarapan, aku bergegas ke kampus “Bu, aku ke kampus dulu yach?” sambil memanaskan motor MIO-ku ala scutter matic.
“Iya nak, hati-hati bawa motornya” sahutan ibu membalas ucapan pamitku.
Di kampus mata kuliah hari ini benar-benar membosankan. Rasanya hari ini aku datang ke kamus hanya untuk mengisi absen saja. Hanya cukup mengangkat tangan, tanda kehadiran ketika nama “Yuni Mahadiyanti” dipanggil oleh dosen, sesudah itu rasanya mau tidur, mau istirahat atau internetan lewat hp.
Baru saja aku akan membuka facebook lewat opera mini yang ada di hpku, tiba-tiba lagu yang tak asing di telingaku “I’m Yours” dari Jazon Miraz berbunyi keras di saku celana jeans yang aku kenakan. 
“Assalamualaikum” sapaku.
“Wallaikum salam, ini Yuni ya?”
“Yaa aku sendiri, ini siapa yach?”
“Ini dengan Arif Budiman”jawabnya singkat.
Sambil mengingat-ingat daftar nama yang tersimpan di memoriku, gambaran tentang nama itu, memang sudah tak asing lagi. “Kak Arif seniorku yah?” tambah penasaran.
“Ketua BEM Faperta dulu, masa lupa sih?”
“Oooh iyaaaa..apa kabar kak? Lagi dimana sekarang?” aku memulai pembicaraan.
“Lagi di BEM Faperta sekarang. Bisa ketemuan nggak sekarang?” semakin memperdalam pembicaraan.
“Oh bisa, kebetulan aku juga sudah selesai kuliah” jawabku tanpa ragu-ragu.
“Kamu ke Faperta aja ya, nanti aku jemput di parkiran kampus”.
“OK. Aku menuju ke sana sekarang kak!” dengan semangat yang berkobar-kobar, entah semangat dari mana yang aku dapatkan, setelah seharian ini tiga mata kuliah berturut-turut aku selesaikan.
“Yaa, nanti kalau adek sudah sampai, sms saja”.
“Iya kak”.
“Assalamualaikum dek” sambil menutup telepon genggang, tiba-tiba suara sorakan dari sekitarnya terdengar jelas di telingaku. “Ciiiieeeee, prikitiiiw!”
“Walaikum salam kak” sambil menahan rasa geliku ketika mendengar sorakan itu.
Kebiasaan melamun malamku, aku tinggalkan sejenak. Dan hari itu, aku ingat betul peristiwa tiga tahun lalu. Waktu itu hujan deras mengguyur kota Kendari, disertai angin kencang dan petir menyambar-nyambar. Aku berdiri di koridor kampus sambil menunggu hujan reda. Saat itu dia menghampiri aku dan teman-temanku.  Di saat yang bersamaan pula tubuhku menggigil kedinginan. Air hujan seolah menenggelamkan aku. Petir seolah menyambar-nyambar tubuhku dari berbagai sisi. Belum lagi angin kencang, seolah ingin menerbangkan aku dari koridor itu. Bagaimana tidak? Orang yang paling disanjung-sanjung, disegani, dan dihormati  ketika OSPEK sudah berada di depan mataku. 
“Bawa motor dek?” tanyanya lantang dengan suara bassnya.
“Tidak kak, soalnya hujan dari pagi. Jadi naik mobil pete-pete ke kampus” jawabku dengan berani.
Teman-teman seangkatanku heran melotot memandangiku. Sepertinya pemandangan ini untuk pertama kalinya mereka lihat. “Hmmmm bisa temani aku cuci foto?” lanjutnya.
“Haaa…ooohhh tapi kak, sekarang kan hujan?”
“Yaa maksud aku sebentar kalau hujannya reda”.
“iyyaaa..insyaallah” Jawabku singkat. Entah jimat apa, mantera apa, kekuatan konyol apa yang ia punya, sampai-sampai sore itu hujan pun reda. Pelangi pun mewakili perasaan teman-teman sekelasku ikut tersenyum dengan hadir menghiasi langit yang tadinya mendung.
“Apes dech” kesalku dalam hati. Dan sore itu pun juga aku menemani sang ketua BEM Fakultas Pertanian yang menjadi incaran anak-anak MABA dan tidak absen juga senior-seniorku yang menggila-gilakan sang pemimpin yang satu ini.
Yang lebih apesnya lagi, ternyata kami ditemani oleh dua orang bodyguard kak arif yang siap siaga kalau-kalau dibutuhkan bantuan mereka. Motor Thunder yang kami kendarai melaju dengan kencang seperti pembalap yang sudah profesional saja. Sedangkan dua rekan kak arif mengendarai motor satria yang bunyinya sangatlah bising. Tanganku tetap merapat di atas kedua pahaku, aku tak sedikit berbicara di dalam perjalanan. Menerima tawaran sang ketua  ini adalah kegiatan konyol yang pernah aku lakukan dan menyita waktuku bersama teman-teman genkku. Tidak cukup sampai disitu skenario perjalanan kami. Selanjutnya kami menuju MTQ, tepat di pinggir lampu merah SD Kuncup. Kami berempat makan es teler. Ini pun karena ajakan kak Arif yang serta merta aku harus menerima ajakan tersebut. 
Lampu merah, kuning, hijau berganti-gantinya menduduki posisinya. Kendaraan yang berlalu lalang pun dengan tertib mengikuti alunan warna-warni yang menghiasi besi berbentuk tabung itu dengan sedikit aliran listrik.
“Bu, es telernya 3, es pisang ijonya 1” pesan kak arif kepada pemilik jajakan es teler.
“Oooh ya tante, pisang ijonya jangan dikasih kacang ya?” tambahku.
“Dek.. sebenarnya saya mengajak kamu ke sini ingin membicarakan sesuatu”
Tiba-tiba rasa penasaranku muncul juga akan topik  pembicaraan kami. Padahal tadinya terasa hambar aja ketika ngobrol sama dia. “Apa itu kak?”
“Yaaaa..jangan-jangan kakak mau curhat yach?”
“Atau kakak lagi suka sama cewek, yang kebetulan teman satu kelasku?” godaanku ternyata tak manjur untuk seorang kak Arif. Malah detak jantungku tiba-tiba tidak beres, terasa di depan mata kamar operasi jantung menjemputku. 
“Waaah ada yang tidak beres, kenapa tiba-tiba dua orang ajudan kak Arif menghindar ketika topik ini dimulai mereka mojok di tempat lain sambil menikmati es teler yang kami pesan tadi.
“Bukan dek. Ini tentang kamu”. Keringat dari wajahnya tampak jelas.
“ Sebenarnya aku suka sama adek dari selesai OSPEK kemarin” jelasnya lebih lengkap.
“Aduuuh..bagaimana ya kak, kita kan baru kenal. Masa secepat itu kakak suka sama aku?”
Tampak jelas kekecewaan tergambar di wajahnya, tapi itu adalah jawaban bulat yang terlontar dari mulutku. Aku juga tidak bisa menampik bahwa butuh pengenalan lebih lagi untuk menuju tahap pacaran. Dan aku tidak mau ada anggapan bahwa aku mau jadi pacar seorang ketua BEM karena jabatannya saat itu atau karena ia salah satu coverboy di kampus yang diperebutkan oleh cewek-cewek. 
Sejak saat itu, aku malu jika berpapasan dengan kak Arif di jalan ataupun di koridor kampus. “Tapi kenapa bisa aku yang malu” tanyaku dalam hati. Kabar aku menolak kak arif cepat tersebar seperti roket yang siap lepas landas dari bumi dengan kecepatan yang sungguh luar biasa. Banyak teman-teman, senior-senior baik dari satu program studi maupun dari program studi lain tahu tentang berita penolakan itu. Dan tidak sedikit pula dosen-dosen yang mengetahu hal yang sama. 
Cibiran-cibiran yang secara tidak langsung teman-teman kak Arif ucapkan “ Bisanya kamu menolak orang sebaik kak Arif?”
“Apa lagi yang kak arif kurang, sampai-sampai kamu tolak dia?” kata kak Farid, yang juga salah satu teman dekat dari kak Arif yang terus-terus ia bela.
“Kamu tidak tahu kak arif itu siapa, seenak kamu tolak dia?” tambah kak Haris, yang ikut menjadi bodyguard pada hari yang kelam itu.
“Dosen saja bangga-banggakan dia, apalagi cewek-cewek. Kamu tipe cewek seperti apa sih?” tambah rekan-rekan yang lain, sebut saja diantaranya Rara yang dari dulu sangat nge-fans sama kak Arif. Cibiran-cibiran ini memang yang membuat nafasku terengah-engah seperti berjalan menaiki gedung berlantai 66 dengan melewati tangga darurat.
“Huuuuf, bantu aku Tuhan…” keluhku saat itu. Aku akan membuktikan bahwa aku tidak akan tergila-gila dengan kak arif karena jabatan atau namanya yang memang sudah baik dimata orang-orang.
Ruang BEM, pukul 12.15 kami berkumpul dan saling menghangatkan suasana, yang sempat pudar 3 tahun yang lalu. Waktu terus bergulir dengan cepat, aku terus larut dalam detik waktu yang masih tersisa bersama kak Arif. Tapi dalam hatiku ternyata masih saja tersimpan harapan akan khayalanku peristiwa itu terjadi lagi. Apalagi ternyata sampai saat ini, kata semua teman-teman dekatnya, kak Arif belum juga terlihat  dekat dengan cewek yang resmi jadi pacarnya, dia masih nge-jomblo.
Tingkah dan gayanya masih dingin dan berkharisma seperti yang dulu. Dia pun masih menampakkan sosok kepemimpinannya. Aku menyadari perubahan yang sangat dratis ialah dia lebih sering tersenyum, agak gemuk, lebih berani melontarkan pertanyaan-pertanyaan seputar kehidupanku sekarang. Dalam benakku pun terlintas pertanyaan besar yang aku sendiri tak bisa melontarkan pertanyaan itu kepadanya. Aku pun berbaur dengan teman-temannya, yang masih teringat jelas mereka itulah yang pernah mencibirku. Yang menjadikan aku topik in the week yang hangat untuk dibicarakan. 
Tepat jam 14.30 kak Arif pamit ke aku dan teman-teman yang berada di ruang BEM. Ia pamit mesti packing barang. Karena jam 15.30 ia mesti melapor di bandara. Dengan percaya diri yang tinggi, aku mengajukan tawaran “ saya bisa mengantar kok kak!”.
“Senyum tipisnya pun mengembang” tanda setuju dengan tawaranku ini. Hatiku bercampur aduk seperti mendapat durian runtuh.
Sesampai di bandara aku, kak Arif dan keluarganya yang ikut serta mengantarnya berbicara dan tertawa lepas. Sejenak kami berdua terdiam seperti tidak ada topik yang ingin dibicarakan.
Beberapa saat kemudian “Dek, aku akan kembali ke Taliabo, tapi aku akan datang lagi sebelum lebaran nanti”. Kak Arif kembali membuka pembicaraan. Aku terdiam sejenak, oh iya ya aku lupa kalo kak Arif ke Kendari kan cuma menghabiskan cuti mingguan dan dia harus kembali memimpin perusahaan pertambangan baru di Taliabo.
Dengan wajah sedikit manyun “ Kak Arif, ingat pulang yach?” sambil berusaha kelihatan biasa-biasa saja di hadapan kak Arif agar kak Arif tidak mengetahui kalau aku tidak merelakan ia pergi. Sejak hari-hari di mana selama 3 tahun  kak Arif dengan sabar dan setia mencariku sampai pernah masuk di Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, fakultasku sekarang. Bertanya kepada satu persatu mahasiswa yang sedang mondar-mandir di parkiran kampus. Di saat itulah aku mulai menaruh perasaan kepadanya. Sampai sigitukah ia mau menungguku.
Di saat-saat terakhir kami masih sempat berfoto bareng bersama-sama keponakan dan keluarga besarnya. Di depan pintu masuk penumpang, tanpa sadar air mataku menetes, tak kuasa menahan rasa kehilangan untuk kedua kalinya orang yang benar-benar sayang sama aku. “Dek.. aku berangkat dulu ya, jaga diri baik-baik. Nanti kita bisa chattingan lewat FaceBook”.
“Tapi maklum saja kalo aku jarang-jarang buka Facebook, soalnya disana tidak ada sinyal, pakek satelit kantor” menambah pilu dan rasa sedihku yang berkepanjangan.
“Kak..sebenarnya aku mau….”rasanya kata-kata itu terkandas di leherku.
“Kenapa dek..kok nggak disambung kalimatnya?” sambung kak Arif karena penasaran dengan ucapanku.
“ah nggak, aku cuman pengen bilang hati-hati”.
Penyesalan tertancap di dadaku karena aku tak mampu mengatakan yang sebenarnya. “ Oooh gitu, iya, thanks banget karena adek dah mau mengantar aku ke bandara” jawab kak Arif “Kalo gitu aku berangkat dulu ya dek, sampai jumpa lagi.
Kemudian dia berpelukkan dan berjabat tangan dengan sanak saudaranya, begitu pula aku menciumi tangan ketika tanganku dan tangannya terjabat erat. Kami pun berpandangan tak lama sebelum keberangkatannya menuju sit yang ia pegang. Sentuhan tangannya di atas kepalaku itulah yang terakhir aku rasakan. Sekarang kak Arif hanya menjadi impian dan teman khayalanku di malam hari. Entah dalam jangka waktu barapa lama kami akan bertemu kembali dengan perasaan yang tertutup rapat dalam hati kami masing-masing. 
Sambil melepaskan tangannya, aku berdoa kepada Allah ”Yaa Allah cinta yang pernah ia ungkap, pernah ia tawarkan kepadaku. Ingin aku membalas ungkapan darinya bahwa aku juga sayang dan mencintainya”. 
“Ingin rasanya aku berlari dan berteriak memanggil namanya dan andai Kau izinkan aku bisa memutar kembali waktu agar aku bisa mengungkapkan bahwa aku mencintainya karena Allah dan bukan saja mau jadi pacarnya”. “Akan tetapi aku mau bila ia menawarkanku menjadi teman hidupnya”menambah kesempurnaan doaku ini.
Kini aku terjerat cinta yang tak terungkap, sampai kapan pun akan tetap terukir dalam hatiku.


»»  Baca Selengkapnya...

Kamis, 22 Desember 2011

Seni Berbicara Retorika Dakwah




Berbicara merupakan suatu keterampilan berbahasa yang berkembang pada kehidipan masyarakat terutama di kalangan pelajar. Berbicara adalah kemampuan merangkai kata-kata agar pendengar mudah memahami dan mengerti maksud dari pembicarran si pembicara.
Retotika adalah seni berbicara atau kemampuan merangkai kata-kata dengan maksud agar pendengar mudah memahami, retorika dalam berbicara sngat penting dimiliki, karena keluessan dalam berbicara sangat penting jika memiliki retotika yang baik. Berbagai aturan dalam berretorika.
Menjadi seorang pembicara yang handal harus mampu atau pintar-pintar memahami situsi lawan bicara serta mampu menyesuaikan dimana dan dalam situasai apa ketika kita sedang berbicara. Ketika seseorang memilki keamapuan untuk berbicara maka pembicaraan akan terarahkan, biasanya seorang pembicara juga memiliki pengetahuan yang luas serta lues dalam pergaulan sehari-hari baik dalam lingkungan keluarga maupun di masyarakat.
Pengetahuan dan wawasan yang luas sangat mempengaruhi kelancaraan dalam berbicara. Biasanya seorang yang kemampuan berbicaranya baik memiliki wawasan yang luas, karena kebanyakan jika si pembicara mendapat sanggahan dari lawan bicara ia akan menggunakan berbagai alasan untuk memperkuat argumennya. Alasan yang dikemukakan tentu berdasarkan pengalama yang ia dapatkan, bukan hanya sekedar mengelak dari sanggahan lawan bicara saja.
Sebagian besar orang yang memilki kemampuan berretorika atau berbicara, sudah memilki tujuan pembicaraan sebelum memulai berbicara di depan umum. Tanpa tujuan pembicarran terlebih dahulu maka pembicara akan susah untuk membatasi pembicaraannya, yakni untuk menghindari kesan bertele-tele dalam berbicara. Pembicaraan akan menjadi tidak menarik jika kesannya berlebihan dan lari dari tujuan pembicaraan. Semua manusia memiliki kemampuan untuk berbicara, terkecuali seorang yang cacat sejak lahir (tuna wicara), namun tidak semua orang dapat berbicara dengan baik. Semua itu di sebabkan oleh berbagai factor. Seorang yang memiliki kemampuan berbicara namun tidak dapat menempatkan pembicaraannya pada tempatnya, seorang yang menggunakan kemampuan berbicaranya namun pembicaraannnya tidak memiliki manfaat.

Dalam berbicara tidak semua pembicaraan bermanfaat bagi diri sendiri maupaun orag lain. Berbicara disini yakni berbicara yang menghasilkan pengetahuan baru atau berbicara yang dimaksud adalah memiliki manfaat dan bukan hanya sekedar mengeluarkan bunyi ujaran pada seseorang atau khalayak ramai tanpa melihat unsure tujuan pembicaraannya.
Contoh retorika yang baik diantaranya sebagai berikut:
1. Berbicara dalam forum diskusi untuk memecahkan suatau masalah. Yakni berhubungan dengan pengetahuan atau bidang lai yang penting untuk diselesaiakan.
2. Berbicara dalam sebuah pidato dalam suasana resmi, memberi pengetahuan kepada orang lain berbagi ilmu dengan menggunakan retorika yang baik.
3. Berbicara dalam hal menjadi tutor bagi mereka yang belum begitu paham terhadapa suatu hal atau tema tertentu.
4. Berbicara dengan unsur dakwah. Yakni memberi pengetahuan atau diskusi tentang ajaran islam dan mengenai syiar islam.
        Selain itu masih banyak lagi jenis berbicara yang bermanfaat, sebagai mahasiswa tentunya sudah bisa menilai dan memilah mana hal yang baik untuk dibicarakan dan mana hal yang buruk untuk dibicarakan.
         Retorika dakwah atau bias juga dikatakan berpidato atau bias juga disebut sebagai ceramah agama. Ini memilki manfaat yang banyak, selain kita mendalami ilmu tentang agama juga melatih kita untuk berani tampil dan tidak gugup untuk berbicara di depan umum.
         Seperti yang kita ketahui retorika sering dianggap berbicara omong kosong atau permainan kata-kata belaka. Karena kebanyakan kemampuan beretorika tidak digunakan dengan baik, kemampuan bebicara tidak digunakan dalam berbicara yang baik dan memiliki manfaat bagi diri sendiri maupun bagi orang lain. 
Retorika dalam berdakwah bukan hanya sekedar memiliki kemampuan untuk menyampaikan informasi pada orang lain mengenai ilmu agama. Melainkan juga mampu memahami situasai lawan bicara, pengetahuan yang luas, dan memiliki wawasan yang luas pula.
Berbagai faktor yang menyebabkan berbicara atau berretorika menjadi tidak bermanfaat yakni:
1. Kebiasaan ketika berbicara tidak membatasi materi pembicaraan atau pokok permasalahan yang sedang dibicarakan.
2. Tidak memahami kondisi lingkungan dan situasi lawan bicara.
3. Pembicaraan yang tidak penting dibahas justru dibesar-besarkan dan tidak ada penyelesaiannnya.
4. Membicarakan kejelekan orang lain, lari dari topik permasalahan yang sedang dibicarakan.
Dalam retorika dakwah, penyampaian mengenai ajaran-ajaran dalam islam termasuk salah satu cara untuk menghilangkan citra berorika yang sering dianggap hanya omong kosong belaka. Didalam retorika dakwah sumber atau dasar yang menjadi pegangan si pembicara yakni berasala dari Al-Qur’an dan Hadist. Tidak akan mungkin seseorang yang melakukan retorika dakwah atau ceramah, menyampaikan pengetahuan mengenai agama tidak di dasarkan oleh sesuatu yang kuat dan nyata. 
Seorang yang berceramah tidak akan mengada-ngada dalam menyiarkan agamanya kepada saudara sesama muslim. Tentunya seorang yang berceramah tentang agama, dia sudah memilki ilmu yang tinggi tentang hal yang ia bicarakan dan pegangan yang kuat terhadap sumber yang ia kaji dalam ajarannya.
Retorika dakwah tidak dilakukan oleh sembarang orang, biasanya para ulama atau tokoh-tokoh agama yang melakukan retorika tersebut. Melaui retorika dakwah dapat dibuktikan bahwa tidak semua retorika itu merupakan omong kosong belaka.
Masih banyak hal yang dapat dilakukan untuk tidak menjadikan berretorika itu sebagai omong kosong belaka, misalkan dengan mengadakan orasi ilmiah yang berdasarkan atauran islam. Bukan orasi yang sekedar berteriak dijalan dan tidak mendapat respon apa-apa dari pemerintah. Atau dengan mengadakan debat akademik yang menambah pengetahuan kita dan menambah keluesan kita dalam berbiacara yang memiliki manfaat. Serta menghilangkan kebiasaan berbicara yang tidak baak atau tidak penting untuk dibicrakan terutama menggunjing orang lain.

ABSTRAK
berbicara atau berretorika merupakan kemampuan untuk mengungkapkan pikiran dan perasaan pada lawan bicara baik dalam situasi formal maupun dalam situasi nonformal. Kemampuan berbicara dimmilki oeah setiap manusia kecuali mereka yang cacat pada indra pengucapanya. Seorang pembicara yang handal memiliki emampuan memahi situasi lawan bicara serta pengetahuan dan wawasan yang luas. 
Seseorang tidak akan dapat berretorika dengan baik jika pengetahuannya hanya sedikit, pengetahuan diperoleh berdasarkan pengalaman yang dimiliki pembicara. Berbicara mengenai retorika dakwah yakni berbicara mengenai penyampaian ajaran-ajaran tentang islam dalam metode ceramah, dan retorika dakwah dilakukan oleh orang yang memang ahli dalam bidang agama dan memiliki ilmu pengetahuan yang tinggi mengenai agama islam serta landasan yang digunakan adalah Al-Qur’an dan Hadits.
 










»»  Baca Selengkapnya...

Bahasa Jati Diri Bangsa



2.1 Fungsi Bahasa 
Pada pakar linguistik – Deskriptif biasanya mendefinisikan bahasa sebagai suatu sistem lambang bunyi yang bersifat arbitrer yang selanjutnya lazim ditambah dengan “yang digunakan oleh sekelompok anggota masyarakat dalam berinteraksi dan mendefiisikan diri. 
Bagian dia tas menyatakan bahwa bahasa itu adalah sistem yang sama dengan sistem yang lain, yang otomatis bersifat sistematis dan sistemis. Jadi, bahasa itu bukan merupakan suatu sistem tunggal melainkan dibangun oleh subsistem. Sistem bahasa ini merupakan sistem lambang; sama dengan sistem lalulintas, atau sistem lambang lainnya. Hanya, sistem lambang ini hanya berupa bunyi, bukan gambar atau tanda lain dan  bunyi ini adalah bunyi bahasa yang dilahirkan alat ucap manusia sama dengan sistem lambang lain, sistem lambang seperti ini juga bersifat arbitrer. Artinya, antara lambang yang berupa bunyi tidak memiliki hubungan yang bersifat wajib dengan konsep yang dilambangkannya. Mengapa pertanyaan, misalnya, mengapa binatang  yang berkaki empat dan dikendarai disebut (kuda).
F. B. Condillac seorang filsuf bangsa Prancis berpendapat bahwa bahasa itu berasal dari teriakan-teriakan dan gerak-gerak badan yang bersifat naluri yang dibangkitkan oleh perasaan dan emosi yang kuat. Kemudian teriakan-teriakan itu berubah menjadi bunyi-bunyi yang bermakna, yang lama-kelamaan menjadi panjang dan rumit sebelum adanya teori Cadillac, orang (ahli agama) bahwa bahasa itu berasal dari Tuhan. Tuhan telah melengkapi pasangan pada setiap manusia pertama (adam dan hawa) dalam kepandaian bahasa. Namun teori Cadillac dan kepercayaan agama ini ditolak oleh Von Hender, seorang ahli filsafat bangsa Jerman, yang menyatakan bahwa bahasa itu tidak mungkin dari Tuhan  karena bahasa itu sedemikian buruknya karena tidak sesuai dengan logika karena Tuhan Maha Sempurna. Menurut Von Hender, bahasa itu terjadi dari proses onomatope, yaitu peniruan bunyi-bunyi alam. Bunyi-bunyi alam yang ditiru ini merupakan benih yang timbul dan tumbuh menjadi bahasa sebagai akibat dari dorongan hati yang sangat kuat untuk berkomunikasi.
Masih banyak lagi definisi tentang bahasa  yang dikemukakan oleh para ahli bahasa. Setiap batasan yang dikemukakan tersebut, pada umumnya memiliki konsep-konsep yang sama, meskipun terdapat perbedaan dan penekanannya. Terlepas dari kemungkinan perbedaan tersebut dapat disimpulkan sebagaimana dinyatakan oleh Linda Thomas dan Shan Wareing  dalam bukunya  Bahasa, Masyarakat dan Kekuasaan bahwa salah satu cara dalam menelaah bahasa adalah dengan memandangnya sebagai cara sistematis untuk menggabungkan unit-unit kecil menjadi unit-unit yang lebih besar dengan tujuan komunikasi.



2.2 Kebudayaan dalam Masyarakat
Pengertian bahasa menurut Clifford Geertz sebagaimana disebutkan oleh Fidyani Syaifuddin dalam bukunya Antropologi Kontemporer yaitu sistem simbol yang terdiri dari simbol-simbol dan makna-makna yang dimiliki bersama, yang dapat diidentifikasi, dan bersifat publik. Senada dengan pendapat di atas Claud Levi-Strauss memandang kebudayaan sebagai sistem struktur dari simbol-simbol dn makna-makna yang dimiliki bersama, yang dapat diidentifikasi, bersifat publik.
Adapun menurut Goodenough sebagaimana disebutkan Mudija Dahardjo dalam bukunya Relung-Relung Bahasa mengatakan bahwa  budaya suatu masyaraka adalah apa saja yang harus diketahui dan dipercayai seseorang sehingga dia bisa bertindak sesuai dengan norma dan nilai yang berlaku di dalam masyarakat, bahwa pengetahuan itu merupakan sesuatu yang harus dicari dan perilaku harus dipelajari dari orang lain bukan karena keturunan. Karena itu budaya merupakan “cara” yang harus dimiliki seseorang untuk melaksanakan keinginan sehari-hari dalam hidupnya.
Dalam konsep ini kebudayaan dapat dinilai sebagai fenomena material, sehingga pemaknaan kebudayaan lebih banyak dicermati sebagai keseluruhan sistem gagasan, tindakan, dan hasil karya manusia dalam rangka masyarakat. Karenanya tingkah laku manusia sebagai anggota masyarakat akan terikat oleh kebudayaan yang terlihat  wujudnya dalam berbagai pranata yang berfungsi sebagai mekanisme kontrol bagi tingkah laku manusia. Dapat dikatakan apa saja perbuatan manusia dengan segala hasil akibatnya adalah termasuk dalam konsep  kebudayaan. Ini memang berbeda dengan konsep kebudayaan yang tercakup dan diurus oleh direktorat itu hanyalah hal-hal yang berkaitan dengan kesenian. Direktorat itu itu tidak mengurus pekerjaan dan hasil pekerjaan dan hasil pekerjaan lain, seperti di bidang ekonomi, tekhnologi, hukum, pertanian, dan perumahan.
Adapun menurut Canadian Comission for UNESCO seperti yang dikutip oleh Nur Syam menyatakan kebudayaan adalah sebuah sistem nilai yang dinamik dari elemen-elemen pembelajaran yang berisi asumsi, kesepakatan, keyakinan dan aturan-aturan yang memperbolehkan anggota kelompok untuk berhubungan dengan yang lain serta mengadakan komunikasi dan membangun potensi kreatif mereka. 
Dengan demikian kebudayaan adalah segala sesuatu yang dipelajari dan dialami bersama secara sosial oleh para anggota suatu masyarakat. Sehingga suatu kebudayaan bukanlah hanya akumulasi dari kebiasaan dan tata kelakuan tetapi suatu sistem perilaku yang terorganisasi. Dan kebudayaan melingkupi semua aspek dari segi kehidupan manusia, baik itu berupa produk material ataupun nonmaterial.
Dalam konteks masyarakat Indonesia yang majemuk, yang terdiri dari berbagai budaya, menjadikan perbedaan antar kebudayaan justru bermanfaat dalam mempertahankan dasar identitas diri dan integrasi sosial masyarakat tersebut. Pluralisme masyarakat dalam tatanan sosial agama, dan suku bangsa telah ada sejak zaman nenek moyang, kebhinekaan budaya yang dapat hidup berdampingan secara damai merupakan kenyataan yang tak ternilai dalam kekhasan budaya nasional.




2.3 Hubungan dan Fenomena antara Bahasa dan Budaya 

A. Hubungan Bahasa dan Budaya 
Ada beberapa  teori mengenai hubungan bahasa dan kebudayaan. Ada yang mengatakan bahwa bahasa itu merupakan dua hal yang berbeda, namun mempunyai hubungan yang sangat erat, sehingga tidak dapat dipisahkan. Ada yang menyatakan bahwa bahasa itu sangat dipengaruhi kebudayaan, sehingga segala hal yang ada dalam kebudayaan akan tercermin di dalam bahasa. Sebaliknya, ada juga yang menyatakan bahwa bahasa itu sangat dipengaruhi kebudayaan dan cara berpikir manusia atau masyarakat penuturnya.
Menurut Koentjaraningrat sebagaimana dikutip Abdul Chaer Leonie dalam bukunya Sosiolinguistik bahwa bahasa bagian dari kebudayaan. Jadi, hubungan antara bahasa dan kebudayaan merupakan hubungan yang subordinatif, di mana bahasa berada di bawah bahasa dan kebudayaan mempunyai hubungan yang koordinatif, yakni hubungan yang sederajat, yang kedudukannya sama tinggi. Masinambouw menyebutkan bahwa bahasa dan kebudayaan merupakan dua sistem yang melekat pada diri manusia. Kalau kebudayaan itu adalah sistem yang mengatur interaksi manusia dalam masyarakat, maka kebahasaana adalah sesuatu sistem yang berfungsi sebagai sarana berlangsungnya interaksi itu.
 Mengenai hubungan bahasa dan  kebudayaan yang bersifat koordinatif ada dua hal yang perlu dicatat. Pertama, ada yang menyatakan hubungan kebahasaan dan kebudayaan itu seperti anak kembar siam, dua buah  fenomena yang terkait erat, seperti hubungan antara sisi yang satu dengan sisi yang lain pada sekeping uang logam. Kedua, yang menarik dalam hubungan koordinatif ini adalah yang sangat erat sekali dengan dua sisi, yakni sisi yang satu sebagai sistem kebahasaan dan sisi yang lain sebagai sistem kebudayaan.

B. Fenomena antara Bahasa dan Budaya 
Bahasa bukan saja merupakan properti yang ada dalam diri manusia yang dikaji sepihak oleh para ahli bahasa, tetapi bahasa juga alat komunikasi antar persona. Komunikasi selalu diiringi interpretasi yang di dalamnya terkandung makna. Dari sudut wacana, makna tidak pernah bersifat absolut, selalu ditentukan oleh berbagai konteks yang selalu mengacu pada tanda-tanda yang terdapat dalam kehidupan manusia yang di dalamnya ada budaya. Karena itu bahwa tidak pernah lepas dari konteks budaya dan keberadaannya selalu dibayangi oleh budaya.
Dalam analisis semantik, Abdul Chaer mengatakan bahwa bahasa itu bersifat unik dan mempunyai hubungan yang erat dengan budaya masyarakat  pemakainya, maka analisis suatu bahasa hanya berlaku untuk bahasa itu saja, tidak dapat digunakan untuk menganalisis bahasa lain. Misalnya kata ikan dalam bahasa Indonesia mengacu jenis binatang yang hidup di dalam air dan biasa dimakan sebagai lauk, dalam bahasa  Inggris sepadan dengan kata fish, dalam bahasa banjar disebut iwak. Tetapi kata iwak dalam bahasa Jawa bukan hanya berarti ikan atau fish, melainkan juga berarti daging yang digunakan  sebagai lauk (teman pemakan nasi). Malah semua lauk tahu atau tempe sering juga disebut iwak. Mengapa semua ini bisa terjadi? Karena bahasa itu adalah produk budaya  dan sekaligus wadah penyampai kebudayaan dari masyarakat bahasa yang bersangkutan. Dalam budaya masyarakat Inggris yang tidak mengenal nasi sebagai makanan pokok hanya ada kata rice untuk mengatakan nasi, beras, gabah, dan padi. Karena itu, kata rice pada konteks tertentu berarti nasi pada konteks lain, berarti gabah pada konteks lain berarti beras atau padi. Lalu, karena makan nasi bukan budaya Inggris, maka dalam bahasa Inggris atau bahasa lain yang masyarakatnya tidak berbudaya makan nasi, tidak ada kata yang menyatakan lauk atau iwak (dalam bahasa Jawa).
Beberapa keistimewaan bahasa tersebut dipakai suatu bangsa, atau daerah tertentu untuk membatasi cara-cara berpikir dan pandangan bangsa atau daerah yang bersangkutan terhadap fenomena tempat mereka hidup. Dengan demikian, susunan bahasa dan keistimewaan lain yang dimilikinya merupakan faktor dasar-dasar bagaimana suatu masyarakat memandang hakikat alam tempat mereka bereda. 







»»  Baca Selengkapnya...

Senin, 19 Desember 2011

Otak, Otot, Nasib


   
    Kamis 15 desember di pelataran MTQ mandonga Kendari 2011 Insan Pencinta Alam Semesta (Isntalaseta) FKIP Unhalu mengadakan kegiatan pembukaan lomba Wall Climbing tingkat nasiaonal, Instalaseta Fkip unhalu adalah salah satu organisasi yang ada di FKIP Unhalu yang basicnya adalah mahasiswa yang mencintai alam, dan kegiatan dalam organisasi ini adalah berkaian dengan alam misalnya panjat gunung, tebing, dan menjelajah hutan.kegiatan ini di namakan Gebyar Alam Isntalaseta FKIP Unhalu, selain lomba Wall climbing ada juga festival musik dan Free Stile motor matic. 

     Pembukaan gebyar alam yang dihadirii Pembantu rektor tiga, kegiatan lomba Wall climbing dilaksanakan selama empat hari mulai tanggal 15-19 Desember, peserta lomba berasal dari universitas yang ada di sulawesi terutama Sultra, dan diikuti oleh peserta wall climbing putra dan putri. kegiatan ini diketuai oleh Zainal Basri salah satu mahasiswa yang berorganisasi di Instalaseta FKIP Unhalu. patut diacungi jempol karena dengan adanya lomba seperti ini akan melahirkan juara Wall climbing yang dapat mewakili Universitas atau mewakili daerahnya.Sambutan pembantu rektor iga yang amat menyukai kegiatan tersebut mengaku sangat senang organisasi tersebut dapat mengadakan kegiatan seperti ini, beliau sangat mengharapakan adanya juara yang dapat dibawa untuk mewakili nama daerah guna pertandingan wall climbing 2013. beliau juga mengutarakn permohonan maaf dari rektor universitas haluoleo karena tidak sempat hadir berhubung beliau sedang di luar daerah.

»»  Baca Selengkapnya...

Sabtu, 17 Desember 2011

NILAI KEHIDUPAN DALAM CERITA RAKYAT SANGKURIANG




BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang
Karya sastra merupakan salah satu sarana untuk mengungkapkan masalahmanusia dan kemanusiaan. Sastra merupakan hasil cipta kreatif dari seorang pengarang, lahir melalui proses perenungan dan pengembaraan yang muncul dari realitas kehidupan masyarakat. Melalui karya sastra seorang pengarang berusaha untuk mengungkapkan nilai-nilaikemanusiaan yang lebih tinggi. Pengarang sebagian dari masyarakat  menangkap raelitas nilai-nilai masyarakatnya, kemudian mengolah secara kretif, mengindentifikasi dan mengekspresikan dalam bentuk karya sastra. Dengan demikian melalui karya sastra dilakukan suatu proses terhadap ketimpangan-ketimpangan sosial maupun ketimpangan keyakinan sertamsebagai persoalan hidup di dalam masyarakat.
Nurhadi( 1987:127) mengemukakan bahwa membaca dan memahami karya sastrabukanlah pekerjaan yang mudah, karena kita berhadapan dengan sebuah teks tertentu yang harus diberi makna atau nilai.
Cerita rakyat adalah cerita yang berkembang pada masyarakat tertentu yang perkembangannya secara lisan dari mulut ke mulut dan dianggap sebagai milik bersama. Hal ini sejalan dengan pendapat yang dikemukakan oleh Djamaris (19193: 15), bahwa cerita rakyat adalah suatu golongan cerita yang hidup dan berkembang cecara turun temurun dari satu generasi ke generasi berikutnya. Dikatakan sebagai cerita rakyat karena cerita ini hidup dikalangan masyarakat, dan semua lapisan masyarakat mengenal cerita ini.
Menurut James Danandjaja, dalam bukunya yang berjudul Folklor Indonesia (1984: 1) menjelaskan bahwa cerita rakyat merupakan bagian dari folklor, yakni tergolong folklor lisan yang dapat menggambarkan peri kehidupan dan kebudayaan masyarakat pendukungnya. Pengertian cerita rakyat dikemukakan pula oleh Fahruddin Ambo Enre (1981: 1) bahwa cerita rakyat merupakan suatu kebudayaan yang berkembang di tengah-tengah masyarakat yang diwariskan secara lisan sebagai milik bersama.

Dalam rangka mendalami pendalaman dan penghayatan kita terhadap karya sastra khususnya cerita rakyat, maka perlu diadakan kajian berupa penelitian. Penelitian tentang nilai-nilai kehidupan yang terdapat dalam cerita rakyat dimaksudkan dapat menambah  dan menumbuhkembangkan minat baca dalam masyarakat agar tetap tau bagaimana cerita rakyat dari daerahnya. Sebab dengan mengetahui dan memahami nilai kehidupan dalam  karya para pengarang, akan lebih mendewasakan pemikiran masyarakat, akibatnya masyarakat akan lebih terarik dan akan memotifasi  diri untuk berusaha memahami karya sastra secara utuh, khususnya cerita rakyat dari daerah sendiri.
Untuk itu penulis bermasud menelaah nilai-nilai kehidupan yang terkandung dalam cerita rakyat yang berasal dari Jawa Barat, yakni Sangkuriang. Mengangkat judul “ Nilai-nilai Kehidupan dalam Karya Sastra Jawa Barat “. Hasil penelitian in nantinya diharapkan dapat mengungkapkan nilai-nilai kehidupan  yang terdapat dalam cerita rakyat tersebut. Dengan memahami nilai-nilai  kehidupan yang disajikan penulis dalam penelitiannya baik itu hadir secara tersirat maupun tersurat, akanmembantu pembaca atau peminat satra lebih mudah memahami makna dan nilai  yang terkandung dalam cerita rakyat tersebut.




1.2 Masalah
Masalah dalam penelitian ini adalah “Nilai-nilai apa saja yang terdapat dalam cerita rakyat Jawa Barat (Sangkuriang)”

1.3 Tujuan 
Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan nilai-nilai yang terkandung dalam cerita rakyat Jawa Barat (Sangkuriang).

1.4 Manfaat
Manfaat penelitian ini adalah sebagai berikut.
1. Pembaca  sebagai penikmat sastra  akan lebih memahami nilai-nilai kehidupan yang terkandung dalam cerita rakyat Jawa Barat.
2. Sumbangan pemikiran dan bahan banding sekaligus motifasi penilian selanjutnya dan aspek-aspek yang dianggap relevan.

BAB II
KAJIAN PUSTAKA


2.1 Pengertian sastra
Sastra adalah ungkapan pribadi manusia yang berupa pengalaman, pemikiran, perasaan, ide, semangat, dan keyakinan dalam suatu bentuk gambaran kongkret yang membangkitkan pesona dengan bahasa sebagai medianya. Satra sebagai produk kehidupan mengandung nilai-nila- sosial, filsafat religi, dan sebagainya. Kehadiran sastra sebagai bagian dari kebudayaan dan peradaban  umat manusia, tidaklah terbatas pada hal-hal yang subjektif sifatnya atau semata-mata berorientasi pada pribadi seorang sastrawan. Kehadiran karya sastra ke tengah-tengah masyarakat memberikan kehangatan baru dalam hidup dan membuat masyarakat dapat memperoleh obatyang mujarab untuk memperbaiki moral yang bobrok, meningkatkan hubungan sosial antara sesama manusia dan Tuhannya.
Secara etimologi kesusastraan adalah ihwal sastra. Kata sastra berasal dari gabungan su artinya baik/bagus/indah, ditambah sastra  artinya tulisan. Semi (1988:8) menyatakan bahwa sastra adalah suatu bentuk hasil dan pekerjaan seni kreatif yang objeknya adalah manusia dan kehidupan dengan menggunakan bahasa sebagai medianya. Sastra juga dapat diartikan sabagai karangan lisan atau tulisan yang memiliki keunggulan seperti keindahan, keaslian, dan keartistikan dalam isi dan ungkapan.
2.2 Pengrtian Sastra Lisan 
Sastra lisan adalah jenis atau kelas karya sastra tertentu yang dituturkan dari mulut ke mulut, tersebar secara lisan, anonim menggambarkan  masa lampau Shipley, (Gafar, 1990: 13) yang dimaksudkan dengan sastra lisan adalah yang penyebarannya secara lisan dan tidak dalam bentuk tokoh(Araby, 1983: 2) pengertian yang sama juga dikemukaan oleh Atmazaki (1986: 82) bahwa sastra lisan adalah sastra yang disampaikan secara lisan dari mulut seseorang pencinta atau penyair pada seorang atau kelompok pendengar.
Seiring dengan pendapat di atas juga, Aliana, (1984: 5) menjelaskan bahwa sastra lisan adalah sastra yang pengembanganya secara lisan. Sedangkan menurut Balawa (19191: 23) mengemukakan bahwa sastra lisan merupakan salah satu jenis sastra yang lahir dan berkembang pada zaman klasik. Jenis sastra lisan yaitu dongeng, cerita rakyat, legenda, mitos, gurindam, dan hikayat. Batasan yang lebih lengkap pula dapat dikemukakan oleh Hutomo (1983: 2) sastra lisan atau kesusastraan lisan adalah kesusastraan yang merupakan ekspresi kesusastraan karya suatu kelompok kebudayaan yang disebarkan dan diturun-temurunkan  secara lisan.
Penyebaran dan pewarisan sastra lisan biasanya dilakukan melalui tutur kata  atau dengan suatu contoh yang disertai dengan gerak isyarat dan alat pembantu, pengingat, oleh generasi yang satu kedapa generasi berikutnya. Sehingga dengan demikian sastra lisan dalam perkembangannya telah menjadi hasil kebudayaan yang bersefat tradisional.
Uraian di atas ternyata dapat  memberikan pemahaman tentang sastra lisan yang memiliki fenomena, berupa hal-hal mendasar yang perlu diketahui oleh masyarakat pendengar cerita itu.
Secara garis besar, ekspresi sastra lisan terbagi menjadi dua bagian besar yaitu: (a) sastra lisan murni, yaitu sastra lisan yang benar-benar dituturkan secara lisan yang berbentuk prosa murni (dongeng, cerita rakyat, dan lain-lain), ada juga  yang berbentuk prosa lirik (yang penyampaianya dengan dinyayikan atau dilagukan), sedangkan dalam bentuk puisi  berwujud nyayian rakyat (pantun, syair, tembang kanak-kanak, ungkapan-ungkapan tradisional, dan teka-teki berderama dan lain-lain). (b) sastra lisan yang setengah lisan, yaitu sastra lisan yang penuturnya dibantu oleh bentuk-bentuk seni yang lain misalnya: sastra ludruk, sastra ketoprak, sastra wayang dan lain-lain (Hutomo, 1983:9-10).
Berdasarkan pendapat di atas, maka dapat kita pahami bahwa cirri-ciri sastra lisan adalah sebagai berikut.
1. Anonim, yaitu karya-karya sastra lisan itu tidak diketahui oleh pengarangnya.
2. Statis, yaitu baik isi maupun cerita sangat lambat perubahannya.
3. Religious, karya-karya itu berhubungan dengan agama dan kepercayaan yang dianut.
4. Klise imajinatif, yaitu baik isi maupun bentuknya adalah meniru bentuk yang sudah ada sebelumnya.
2.3 Fungsi Sastra Lisan 
Karya sastra khususnya yang tergolong sastra lisan mengandung peranan positif yang dapat dijadikan sebagai sarana pendidikan bagi generasi muda.
Fungsi sastra lisan perlu diketahui bahwa  bagaimana makna yang tercantum dalam isi cerita itu dan disamping itu kita dapat mengetahui fungsi sastra lisan  melalui resepsi idiom reaksi dan pendapat  masyarakat (Apituley, 1991:12)
Apituley berpendapat bahwa sastra lisan mempunyai fungsi sebagai berikut:
Pertama, fungsi mendidik. Aspek mendidik dalam sastra lisan antara lain
(a) Membina tingkah laku yang baik, agar tercapai keserasian hidup bersama.
(b) Membina kemauan dan perasaan seperti kemauan keras, sabar dan tidak sombong.
(c) Mendidik moral yang tinggi, seperti jujur, belas kasih, dan suka menolong.
(d) Pengajaran yang berupa hidup hemat dan sebagainya.
Kedua, fungsi menyimpan budaya. Dengan mendengar sastra lisan, generasi muda dapat mengetahui bagaimana sikap hidup yang luhur dari nenek moyang, struktur kekeluargaan, cara bergaul, dan sistem pemerintahan dapat diketahui dengan menganalisis lebih dalam isi cerita secara signifikan, faktor-faktor sejarah juga dapat diketahui melalui sastra lisan.
Ketiga, fungsi motivasi. Tujuan orang tua menceritakan sastra kepada anaknya, tidak lain agar anak-anak dapat mengambil manfaatnya dari cerita itu. Mereka juga mengharapkan dapat mengikuti yang baik dan meninggalkan yang buruk, seperti memberi motivasi, bekerja keras, dan meninggalkan sifat malas.
Keempat, fungsi rekreasi. Orang selalu merasa senang apabila mendengar cerita dan ini biasanya dilakukan jika orang telah selesai dengan segala pekerjaannya, lalu seorang melalui bercerita, baik yang lucu maupun yang mengharukan. 
Sejalan dengan pernyataan di atas, Bascom (Danandjaja 1984: 190) bahwa satra lisan merupakan bagian folklor yang mempunyai fungsi sebagai berikut: (1) sebagai sarana pendidikan anak, (2) sebagai alat pengesahan pranata dan lembaga kebudayaan, dan (3) sebagai alat pemaksa dan pengawasan agar norma-norma masyarakat dapat dipatuhi oleh warganya.

2.4 Pengertian Cerita Rakyat
Cerita rakyat adalah cerita yang berkembang pada masyarakat tertentu yang perkembangannya secara lisan dari mulut ke mulut dan dianggap sebagai milik bersama. Hal ini sejalan dengan pendapat yang dikemukakan oleh Djamaris (19193: 15), bahwa cerita rakyat adalah suatu golongan cerita yang hidup dan berkembang cecara turun temurun dari satu generasi ke generasi berikutnya. Dikatakan sebagai cerita rakyat karena cerita ini hidup dikalangan masyarakat, dan semua lapisan masyarakat mengenal cerita ini.
Menurut James Danandjaja, dalam bukunya yang berjudul Folklor Indonesia (1984: 1) menjelaskan bahwa cerita rakyat merupakan bagian dari folklor, yakni tergolong folklor lisan yang dapat menggambarkan peri kehidupan dan kebudayaan masyarakat pendukungnya. Pengertian cerita rakyat dikemukakan pula oleh Fahruddin Ambo Enre (1981: 1) bahwa cerita rakyat merupakan suatu kebudayaan yang berkembang di tengah-tengah masyarakat yang diwariskan secara lisan sebagai milik bersama.
Dengan demikian berdasarka hal di atas, tampak jelas bahwa cerita rakyat banyak mengandung muatan nilai-nilai luhur yang berharga dalam momentum kehidupan.

2.5 Fungsi Cerita Rakyat
Secara eksplisit cerita rakyat merupakan suatu genre sastra Indonesia sebagai jenis sastra, maka dengan sendirinya cerita rakyat mempunyai fungsi sosial yang begitu tinggi dan berharga di dalam msyarakat.
Cerita rakyat tidak hanya bermanfaat sebagai bahan untuk memahami keadaan masyarakat  masa lampau dan se,ata-mata alat hiburan, tapi juga fungsi cerita rakyat menurut Boscom (Sikki, 1986: 13-14) adalah sebagai berikut:
1. Cerita rakyat sebagai alat angan-angan kelompok, peristiwa yang diungkapkan sukar terjadi dalam kenyataan hidup. Cerita ini hanya merupakan proyeksi anagn-angan atau impian rakyat jelata;
2. Cerita rakyat digunakan sebagai alat pengetahuan dan pengikat adat kebiasaan kelompok, pranata yang merupakan lembaga kebudayaan masyarakat yang bersangkutan;
3. Cerita rakyat berfungsi sebagai alat pendidik budi pekerti kepad anak-anak atau tuntunan hidup;
4. Cerita rakyat berfungsi sebagai alat pengendali sosial (sosial control) atau alat pengawasan agar norma-norma masyarakat dipatuhi.

2.6 Unsur-unsur Pembentuk Cerita Rakyat
Pada prinsipnya ada dua unsur penting pembentuk prosa rakyat lisan, yaitu unsur intrinsik dan unsur ekstrinsik. Unsur intrinsik adalah unsur yang menbangun karya sastra itu sendiri. Unsur inilah yang menyebabkan karya sastra hadir sebaagai karya yang dilihat dan dijumpai apabila orang sedang membaca karya sastra. Unsur ekstrinsik adalah unsur yang berada di luar karya sastra, tetapi secara tidak langsung mempengaruhi karya sastra. (Nurgiantoro, 1995:23)
Sumardjo (1986: 37) mengatakan bahwa:
“Ketentuan atau kelengkapan sebuah karya sastra (termasuk cerita rakyat) dilihat dari segi unsur pembentuknya. Adapun unsur-unsur itu adalah peristiwa cerita (alur atau plot), tokoh cerita (karakter), tema cerita, amanat, suasana cerita, latar cerita (setting), sudut pandang pengarang, dan gaya pengarang.”

Selanjutnya unsur-unsur yang membangun karya sastra tersebut dapat dijelaskan di bawah ini.

2.6.1 Alur atau Plot
Menurut Baribin (1983: 61) mengatakan bahwa alur atau plot adalah struktur kangkaian kejadian dalam cerita yang tersusun secara logis. Sejalan dengan pendapat yang dikemukakan oleh Sumardjo (1986) bahwa alur atau plot adalah sambung-menyambungnya peristiwa berdasarkan hukum sebab-akibat yang tedapat dalam cerita.
Kedudukan alur atau plot dalam sebuah cerita terkesan maju mundur atau tidak menentu, karena struktur penderitanya tidak menentu pula.
Alur dan plot merupakan tulang punggung dalam sebuah cerita, karena dengan adanya alur maka dapat menuntun kita dalam memahami cerita dengan segala sebab akibat di dalamnya.
2.6.2 Karakter Tokoh (Perwatakan)
Karakter atau tokoh adalah  sifat atau ciri khas yang dimiliki oleh tokoh, kualitas nalar dan jiwanya, yang membedakan dari tokoh yang lain. Karakter tokoh menurut pandangan Sumardjo (1986: 64) mengatakan bahwa sebuah cerita banyak ditentukan oleh kepandaian penulis menghidupkan watak tokoh-tokohnya.
Dalam cerita rakyat, perwatakan atau tokoh adalah pelukisan tokoh atau pelaku cerita melalui sifat-sifat, sikap, dan tingkah lakunya dalam cerita, termasuk prasaan, cara berfikir dan cara bertindak.

2.6.3 Tema Cerita
Istilah tema berasal dari kata thema yaitu ide yang menjadi pokok suasana pembicaraan atau ide suatu tulisan. Tema merupakan gagasan inti. Menurut Hartoko dan Rahmanto (1986: 142) tema dalam sebuah karya sastra adalah gagasan dasar umum yang menopang sebuah karya sastra yang terkadang di dalam sebagai struktursemantis dan yang akan menyangkut persamaan-persamaan atau perbedaan-perbedaan.

2.6.4 Latar Cerita (setting)
Menurut Wellek dan Waren yang dikutip oleh Budianta (2000: 86) menyatakan bahwa latar adalah lingkungan yang dapat berfungsi sebagai metonemia. Metafora, dan ekspresi tokohnya. Latar juga merupakan segala keterangan mengenai waktu, ruang dan suasana terjadinya lakuan dalam karya sastra yang dapat bersifat fisik, realitas, atau berupa deskripsi perasaan.


2.7  Nilai Kehidupan dalam Sastra
Sebuah karya sastra yang baik mustahil dapat menghindar dari dimensi kemanusiaan, lengkap dengan segala lika-likunya yang bergelayut dengan masalah kehidupan manusia dengan segala proplematikanya yang begitu mamejuk. Kejadian-kejadian yang terjadi dalam masyarakat pada umumnya dijadikan sebagai sumber ilham bagi para sastrawan yang kemudian ditarik kedalam khasanah imajinasi untuk dihayati, direnungkan, kemudian disalurkan menjadi karya sastra.

2.7.1 Kejujuran
Jujur dalam arti sempit adalah sesuainya ucapan lisan dengan keyataan. Dan dalam pengertian yang lebih umum adalah kesesuaian lahir dan batin.
Jujur artinya keselarasan antara yang terucap dengan kenyataan. Jadi, kalau suatu berita sesuai dengan keadaan yang ada, maka dikatakan benar/jujur, tetapi kalu tidak, maka dikatan dusta. Kejujuran itu ada pada ucapan, juga ada pada perbuatan.
2.7.2 Saling Menghormati
Ihtiram artinya saling menghargai atau saling menghormati terhadap sesama manusia. Saling menghargai adalah syfat yang harus dimiliki oleh setiap muslim sebagai wujud dari ahlul mahmudah.
2.7.3 Ketaatan
Dalam kamus bahasa Indonesia (2008) terdapat tentang definisi tentang taat yaitu senantiasa tunduk kepada Tuhan, perintah dan sebagaianya. Sedangkan ketaatan adalah kepatuhan, kesetiaan, dan kesalehan.

2.7.4 Ketabahan 
Ketabahan merupakan sebuah proses kekuatan jiwa seseorang. Ketabahan bukan saja proses yang identik dengan kemiskinan sandang-pangan, tetapi dalam arti luas bisa berarti tabah menghadapi penderitaan akibat penyakit atau cobaan hidup yang dihadapkan pada masalah interaksi, relasi, dan kehilangan orang terdekat. Bahkan ketabahan seseorang akan teruji kala mengikuti audisi, pertandingan, persaingan dalam bisnis, prestasi karir, sekolah juga dalam pergaulan (Hendranata, 2007).
2.8 Prinsip Moralitas
Moralitas selalu mengacu pada baik buruknya manusia sebagai manusia. Perbuatan moral adalah tingkah laku yang muncul dari dorongan akhlak yang berbeda dari dalam jiwa. Jika tingkah laku baik dan sudah menjadi kebiasaan disebuat moralnya baik, demikian sebaliknya. Dengan demikian perbuatan seseorang adalah cermin dari moral.
Norma moral adalah tolak ukur yang dipakai masyarakat untuk mengukur kebaikan seseorang. Suseno (1995) dalam bukunya yang berjudul “Masalah-masalah Pokok Filsafat Moral” menyatakan bahwa prinsip-prinsip moralitas terbagi atas jujur, adil, tanggung jawab, dan kerendahan hati.

BAB III
METODE DAN JENIS PENELITIAN

3.1 Metode dan Jenis Penelitian
Penelitian ini menggunakan teknik deskriptif kualitatif yaitu metode yang lebih menempuh pada penafsiran logika untuk memperoleh data yang diteliti. Data yang dikaji dideskripsikan sedemikian rupa sehingga diperoleh ganbaran yang utuh mengenai nilai-nilai kehidupan yang terdapat dalam cerita rakyat Jawa Barat.
Jenis penelitian yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian lapangan. Oleh karena itu peneliti harus terjun langsung ke lapangan intuk mendapatkan data.

3.2 Data dan Sumber Data
Data yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah data tertulis yang bersumber dari teks cerita rakyat Sangkuriang dari Jawa Barat. 

3.3 Teknik Pengumpulan Data
Teknik yang akan digunakan untuk mengumpulkan data dalam penelitian ini adalah wawancara, baca, catat. Teknik baca adalah membaca dengan menelaah teks cerita Sangkuriang.
3.4 Teknik Analisis Data
Data penelitian  ini akan dianalisis berdsarkan sosiologis yaitu pendekatan yang bertolak dari asumsi dasar bahwa sastra merupakan pencerminan kehidupan masyarakat. Dengan kata lain pendekatan sosiologis berupa mengungkapkan fenomena sosial yang berada dalam masyarakat. Dalam menggunakan pendekatan sosiologis, peneliti mengidentifikasi, mengkaji dan mendeskripsikan nilai-nilai kehidupaaan yang ada dalam cerita Sangkuriang.

»»  Baca Selengkapnya...

KENAKALAN REMAJA




Faktor yang Mempengaruhi Terjadinya Kenakalan Remaja


1. Pengaruh Kawan sepermainan

            Di kalangan remaja, memiliki banyak kawan adalah merupakan satu bentuk prestasi tersendiri. Makin banyak kawan, makin tinggi nilai mereka di mata teman-temannya. Apalagi mereka dapat memiliki teman dari kalangan terbatas. Misalnya, anak orang yang paling kaya di kota itu, anak pejabat pemerintah setempat bahkan mungkin pusat atau pun anak orang terpandang lainnya. Di jaman sekarang, pengaruh kawan bermain ini bukan hanya membanggakan si remaja saja tetapi bahkan juga pada orangtuanya. Orangtua juga senang dan bangga kalau anaknya mempunyai teman bergaul dari kalangan tertentu tersebut. Padahal, kebanggaan ini adalah semu sifatnya. Malah kalau tidak dapat dikendalikan, pergaulan itu akan menimbulkan kekecewaan nantinya. Sebab kawan dari kalangan tertentu pasti juga mempunyai gaya hidup yang tertentu pula. Apabila si anak akan berusaha mengikuti tetapi tidak mempunyai modal ataupun orangtua tidak mampu memenuhinya maka anak akan menjadi frustrasi. Apabila timbul frustrasi, maka remaja kemudian akan melarikan rasa kekecewaannya itu pada narkotik, obat terlarang, dan lain sebagainya.Pengaruh kawan ini memang cukup besar. Dalam Mangala Sutta, Sang Buddha bersabda: “Tak bergaul dengan orang tak bijaksana, bergaul dengan mereka yang bijaksana, itulah Berkah Utama”.

 Pengaruh kawan sering diumpamakan sebagai segumpal daging busuk apabila dibungkus dengan selembar daun maka daun itupun akan berbau busuk. Sedangkan bila sebatang kayu cendana dibungkus dengan selembar kertas, kertas itu pun akan wangi baunya. Perumpamaan ini menunjukkan sedemikian besarnya pengaruh pergaulan dalam membentuk watak dan kepribadian seseorang ketika remaja, khususnya. Oleh karena itu, orangtua para remaja hendaknya berhati-hati dan bijaksana dalam memberikan kesempatan anaknya bergaul. Jangan biarkan anak bergaul dengan kawan-kawan yang tidak benar. Memiliki teman bergaul yang tidak sesuai, anak di kemudian hari akan banyak menimbulkan masalah bagi orangtuanya.
Untuk menghindari masalah yang akan timbul akibat pergaulan, selain mengarahkan untuk mempunyai teman bergaul yang sesuai, orangtua hendaknya juga memberikan kesibukan dan mempercayakan sebagian tanggung jawab rumah tangga kepada si remaja. Pemberian tanggung jawab ini hendaknya tidak dengan pemaksaan maupun mengada-ada. Berilah pengertian yang jelas dahulu, sekaligus berilah teladan pula. Sebab dengan memberikan tanggung jawab dalam rumah akan dapat mengurangi waktu anak ‘kluyuran’ tidak karuan dan sekaligus dapat melatih anak mengetahui tugas dan kewajiban serta tanggung jawab dalam rumah tangga. Mereka dilatih untuk disiplin serta mampu memecahkan masalah sehari-hari. Mereka dididik untuk mandiri. Selain itu, berilah pengarahan kepada mereka tentang batasan teman yang baik.
Dalam Digha Nikaya III, 188, Sang Buddha memberikan petunjuk tentang kriteria teman baik yaitu mereka yang memberikan perlindungan apabila kita kurang hati-hati, menjaga barang-barang dan harta kita apabila kita lengah, memberikan perlindungan apabila kita berada dalam bahaya, tidak pergi meninggalkan kita apabila kita sedang dalam bahaya dan kesulitan, dan membantu sanak keluarga kita.
Sebaliknya, dalam Digha Nikaya III, 182 diterangkan pula kriteria teman yang tidak baik. Mereka adalah teman yang akan mendorong seseorang untuk menjadi penjudi, orang yang tidak bermoral, pemabuk, penipu, dan pelanggar hukum.
2.   Pendidikan

            Memberikan pendidikan yang sesuai adalah merupakan salah satu tugas orangtua kepada anak seperti yang telah diterangkan oleh Sang Buddha dalam Digha Nikaya III, 188. Agar anak dapat memperoleh pendidikan yang sesuai, pilihkanlah sekolah yang bermutu. Selain itu, perlu dipikirkan pula latar belakang agama pengelola sekolah. Hal ini penting untuk menjaga agar pendidikan Agama Buddha yang telah diperoleh anak di rumah tidak kacau dengan agama yang diajarkan di sekolah. Berilah pengertian yang benar tentang adanya beberapa agama di dunia. Berilah pengertian yang baik dan bebas dari kebencian tentang alasan orangtua memilih agama Buddha serta alasan seorang anak harus mengikuti agama orangtua, Agama Buddha.Ketika anak telah berusia 17 tahun atau 18 tahun yang merupakan akhir masa remaja, anak mulai akan memilih perguruan tinggi. Orangtua hendaknya membantu memberikan pengarahan agar masa depan si anak berbahagia. Arahkanlah agar anak memilih jurusan sesuai dengan kesenangan dan bakat anak, bukan semata-mata karena kesenangan orang tua. Masih sering terjadi dalam masyarakat, orangtua yang memaksakan kehendaknya agar di masa depan anaknya memilih profesi tertentu yang sesuai dengan keinginan orangtua. Pemaksaan ini tidak jarang justru akan berakhir dengan kekecewaan. Sebab, meski memang ada sebagian anak yang berhasil mengikuti kehendak orangtuanya tersebut, tetapi tidak sedikit pula yang kurang berhasil dan kemudian menjadi kecewa, frustrasi dan akhirnya tidak ingin bersekolah sama sekali. Mereka malah pergi bersama dengan kawan-kawannya, bersenang-senang tanpa mengenal waktu bahkan mungkin kemudian menjadi salah satu pengguna obat-obat terlarang.
Anak pasti juga mempunyai hobi tertentu. Seperti yang telah disinggung di atas, biarkanlah anak memilih jurusan sekolah yang sesuai dengan kesenangan ataupun bakat dan hobi si anak. Tetapi bila anak tersebut tidak ingin bersekolah yang sesuai dengan hobinya, maka berilah pengertian kepadanya bahwa tugas utamanya adalah bersekolah sesuai dengan pilihannya, sedangkan hobi adalah kegiatan sampingan yang boleh dilakukan bila tugas utama telah selesai dikerjakan.
3. Penggunaan Waktu Luang

  Kegiatan di masa remaja sering hanya berkisar pada kegiatan sekolah dan seputar usaha menyelesaikan urusan di rumah, selain itu mereka bebas, tidak ada kegiatan. Apabila waktu luang tanpa kegiatan ini terlalu banyak, pada si remaja akan timbul gagasan untuk mengisi waktu luangnya dengan berbagai bentuk kegiatan. Apabila si remaja melakukan kegiatan yang positif, hal ini tidak akan menimbulkan masalah. Namun, jika ia melakukan kegiatan yang negatif maka lingkungan dapat terganggu. Seringkali perbuatan negatif ini hanya terdorong rasa iseng saja. Tindakan iseng ini selain untuk mengisi waktu juga tidak jarang dipergunakan para remaja untuk menarik perhatian lingkungannya. Perhatian yang diharapkan dapat berasal dari orangtuanya maupun kawan sepermainannya. Celakanya, kawan sebaya sering menganggap iseng berbahaya adalah salah satu bentuk pamer sifat jagoan yang sangat membanggakan. Misalnya, ngebut tanpa lampu dimalam hari, mencuri, merusak, minum minuman keras, obat bius, dan sebagainya.Munculnya kegiatan iseng tersebut selain atas inisiatif si remaja sendiri, sering pula karena dorongan teman epergaulan yang kurang sesuai. Sebab dalam masyarakat, pada umunya apabila seseorang tidak mengikuti gaya hidup anggota kelompoknya maka ia akan dijauhi oleh lingkungannya. Tindakan pengasingan ini jelas tidak mengenakkan hati si remaja, akhirnya mereka terpaksa mengikuti tindakan kawan-kawannya. Akhirnya ia terjerumus. Tersesat.
Oleh karena itu, orangtua hendaknya memberikan pengarahan yang berdasarkan cinta kasih bahwa sikap iseng negatif seperti itu akan merugikan dirinya sendiri, orangtua, maupun lingkungannya. Dalam memberikan pengarahan, orangtua hendaknya hanya membatasi keisengan mereka. Jangan terlalu ikut campur dengan urusan remaja. Ada kemungkinan, keisengan remaja adalah semacam ‘refreshing’ atas kejenuhannya dengan urusan tugas-tugas sekolah. Dan apabila anak senang berkelahi, orangtua dapat memberikan penyaluran dengan mengikutkannya pada satu kelompok olahraga beladiri.
Mengisi waktu luang selain diserahkan kepada kebijaksanaan remaja, ada baiknya pula orangtua ikut memikirkannya pula. Orangtua hendaknya jangan hanya tersita oleh kesibukan sehari-hari. Orangtua hendaknya tidak hanya memenuhi kebutuhan materi remaja saja. Orangtua hendaknya juga memperhatikan perkembangan batinnya. Remaja, selain membutuhkan materi, sebenarnya juga membutuhkan perhatian dan kasih sayang. Oleh karena itu, waktu luang yang dimiliki remaja dapat diisi dengan kegiatan keluarga sekaligus sebagai sarana rekreasi. Kegiatan keluarga ini hendaknya dapat diikuti oleh seluruh anggota keluarga.
 Kegiatan keluarga dapat berupa pembacaan Paritta bersama di Cetiya dalam rumah ataupun melakukan berbagai bentuk permainan bersama, misalnya scrabble, monopoli, dan lain sebagainya. Kegiatan keluarga dapat pula berupa tukar pikiran dan berbicara dari hati ke hati. Misalnya, dengan makan malam bersama atau duduk santai di ruang keluarga. Pada hari Minggu seluruh anggota keluarga dapat diajak kebaktian di Vihãra setempat. Mengikuti kebaktian, selain memperbaiki pola pikir agar lebih positif sesuai dengan Buddha Dhamma juga dapat menjadi sarana rekreasi. Hal ini dapat terjadi karena di Vihãra kita dapat berjumpa dengan banyak teman dan juga dapat berdiskusi Dhamma dengan para Bhikkhu maupun pandita yang dijumpai. Selain itu, dihari libur, seluruh anggota keluarga dapat bersama-sama pergi berenang, jalan-jalan ke taman ria atau mal, dan lain sebagainya.
4. Uang Saku 

Orangtua hendaknya memberikan teladan untuk menanamkan pengertian bahwa uang hanya dapat diperoleh dengan kerja dan keringat. Remaja hendaknya dididik agar dapat menghargai nilai uang. Mereka dilatih agar mempunyai sifat tidak suka memboroskan uang tetapi juga tidak terlalu kikir. Anak diajarkan hidup dengan bijaksana dalam mempergunakan uang dengan selalu menggunakan prinsip hidup ‘Jalan tengah’ seperti yang diajarkan oleh Sang Buddha.Ajarkan pula anak untuk mempunyai kebiasaan menabung sebagian dari uang sakunya. Menabung bukanlah pengembangan watak kikir, melainkan sebagai bentuk menghargai uang yang didapat dengan kerja dan semangat.
      Pemberian uang saku kepada remaja memang tidak dapat dihindarkan. Namun, sebaiknya uang saku diberikan dengan dasar kebijaksanaan. Jangan berlebihan. Uang saku yang diberikan dengan tidak bijaksana akan dapat menimbulkan masalah. Yaitu:
1. Anak menjadi boros
2. Anak tidak menghargai uang, dan
3. Anak malas belajar, sebab mereka pikir tanpa kepandaian pun uang gampang.

Kenakalan remaja di era modern ini sudah melebihi batas yang sewajarnya. Banyak anak dibawah umur yang sudah mengenal Rokok, Narkoba, Freesex, dan terlibat banyak tindakan kriminal lainnya. Fakta ini sudah tidak dapat diungkuri lagi, anda dapat melihat brutalnya remaja jaman sekarang. Dan saya pun pernah melihat dengan mata kepala saya sendiri ketika sebuah anak kelas satu SMA di kompelks saya, ditangkap/diciduk POLISI akibat menjadi seorang bandar gele, atau yang lebih kita kenal dengan ganja.
Hal ini semua bisa terjadi karena adanya faktor-faktor kenakalan remaja berikut:
- kurangnya kasih sayang orang tua.
- kurangnya pengawasan dari orang tua.
       - pergaulan dengan teman yang tidak sebaya.
       - peran dari perkembangan iptek yang berdampak negatif.
       - tidak adanya bimbingan kepribadian dari sekolah.
       - dasar-dasar agama yang kurang
       - tidak adanya media penyalur bakat dan hobinya
       - kebasan yang berlebihan
       - masalah yang dipendam
Dan saya dapat memberikan beberapa tips untuk mengatasi dan mencegah kenakalan  remaja, yaitu:
       - Perlunya kasih sayang dan perhatian dari orang tua dalam hal apapun.
         - Adanya pengawasan dari orang tua yang tidak mengekang. contohnya: kita boleh saja membiarkan dia melakukan apa saja yang masih sewajarnya, dan apabila menurut pengawasan kita dia telah melewati batas yang sewajarnya, kita sebagai orangtua perlu memberitahu dia dampak dan akibat yang harus ditanggungnya bila dia terus melakukan hal yang sudah melewati batas tersebut.
        - Biarkanlah dia bergaul dengan teman yang sebaya, yang hanya beda umur 2 atau 3 tahun baik lebih tua darinya. Karena apabila kita membiarkan dia bergaul dengan teman main yang sangat tidak sebaya dengannya, yang gaya hidupnya sudah pasti berbeda, maka dia pun bisa terbawa gaya hidup yang mungkin seharusnya belum perlu dia jalani.
        - Pengawasan yang perlu dan intensif terhadap media komunikasi seperti tv, internet, radio,    handphone, dll.
       - Perlunya bimbingan kepribadian di sekolah, karena disanalah tempat anak lebih banyak menghabiskan waktunya selain di rumah.
      - Perlunya pembelanjaran agama yang dilakukan sejak dini, seperti beribadah dan mengunjungi tempat ibadah sesuai dengan iman kepercayaannya.
      - Kita perlu mendukung hobi yang dia inginkan selama itu masih positif untuk dia. Jangan pernah kita mencegah hobinya maupun kesempatan dia mengembangkan bakat yang dia sukai selama bersifat Positif. Karena dengan melarangnya dapat menggangu kepribadian dan kepercayaan dirinya.
          - Anda sebagai orang tua harus menjadi tempat CURHAT yang nyaman untuk anak anda, sehingga anda dapat membimbing dia ketika ia sedang menghadapi masalah.


»»  Baca Selengkapnya...