Selasa, 06 Desember 2011

Nilai Moral Dan Budaya Dalam Naskah Drama Bulan Muda yang Terbenam karya La Ode Balawa dan Dilarang Kawin Karya Iwan Djibran


Abstrak 
Alasan atau analisis yang saya tulis mengenai naskah drama yang berjudul Bulan Muda yang Terbenam karya La Ode Balawa dan naskah drama Dilarang kawin karya Iwan Djibran, yakni untuk mengetahui isi kedua  drama tersebut, amanat apa yang ingin disampaikan pengarang melalui drama yang ditulis tersebut. Kemudian hubungannya dengan kehidupan sekarang apakah merupakan gambaran yang mungkin terjadi di massa sekarang. Nllai moral yang terkandung dalam dua naskah drama tersebut sangat mewakili apa yang juga terjadi pada kehidupan sekarang ini, sebagaimana dalam kedua naskah tersebut keegoisan menjadi hal utama penghalang suatu hubu gan yang baik dan suci, kepentingan diri sendiri sangatlah terlihat pada kedu naskah tersebut. Nilai budaya memiliki tempat tersendiri yang mana budaya itu penting bagi bangsa khususnya dalam                                                                 dunia sastra yang ada di Indonesia, contoahnya sastra lisan yang terdapat dalam naskah Bulan Muda yana Terbenam kraya La Ode Balawa.

Pendahuluan 

Dilihat dari judulnya yaitu Bulan Muda yang Terbenam dapat pula diartikan atau arti yang terkandung dalam drama karya La Ode Balawa itu yakni kisah kemalangan yang mana bulan muda adalah bulan yang timbul pada saat di awal-awal munculnya bulan dan biasanya bulan muda itu sangat indah memancarkan cahayanya dan bisa dibayangkan bulan yang sangat indah menerangi malam itu akhirnya harus tenggalamd an membuat malam menjadi gelap gulita. Itulah gambaran awal mengenai isi drama yakni awal yang indah dikarenakan keindahan cinta yang berkahir dengan kematian yang artionya kegelapan.
Sastra umumnya berarti segala sesuatu yang tertulis, pemakaian bahasa dalam bentuk tertulis. Ini berarti bahwa bahasa yang dipakai sebagai sarana primer sastra adalah bahasa tulis. Teks sastra itu secara keseluruhan adalah sebuah tanda dengan semua cirinya: untuk pembaca, teks itu pengganti dari suatu yang lain, katakanlah suatu kenyataan yang dibayangkan dan bersifat fisksional. Tanda ini ada pengirimnya secara kasar adalah penulis. Karya sastra yang ditulis pengarangnya merupakan gambaran dari kenyataan yang mungkin terjadi di dunia nyata. Karya sastra ada yang berbentuk tulis dan ada pula yang lisan, misalnya puisi dan drama adalah karya sastra yang berbentuk tulisan dan karya sastra lisan, seperti hikayat atau cerita rakyat dari masing-masing daerah, kesemuanya itu adalah fiksi yang diperkirakan terjadi pula pada dunia nyata.
Karya sastra telah ada sejak berabad-abad. Berbagai macam karya sastra yang ada di dunia di antaranya karya sastra berbentuk drama. Drama adalah karya sastra yang ditulis pengarangnya. Ada dialog antar tokoh yang dipentaskan di atas panggung dan sifatnya menghibur dan memiliki nilai seni yang indah. Drama dapat dinikmati orang di kalangan apapun, biasanya cerita dalam drama itu bermacam-macam, ada yang bertemakan tentang cinta, kesedihan, kerajaan dan drama yang berasal atau diangkat oleh penulis melalui cerita rakyat yang ada di daerah tertentu. Drama memiliki kekhasan yang unik, biasanya ceritanya mewakili kejadian yang mungkin terjadi di masyarakat.
Berbagai jenis drama mewarnai khazanah karya sastra di Indonesia khususnya, misalnay drama tentang cinta yang sangat banyak kita dapatkan pada karya-karya penyair Indonesia, selain itu, salah satu jenis drama yang mengangkat cerita rakyat juga banyak terdapat diberbagai wilayah. Misalnya saja drama tentang Jaka Tarub yang diangkat dalam cerita rakyat daerah Jawa, begitu pula salah satu naskah drama yang diangkat melalui cerita rakyat Buton yang berjudul Bulan Muda yang Terbenam karya La Ode Balawa, dan masih banyak lagi karya sastra berbentuk drama  yang mengangkat cerita rakyat dari daerah Sulawesi Tenggara. Serta nilai moral yang terdapat dalam naskah drama itu sangat membangun inspirasi dan bahan perkembangan bagi penikmat karya sastra terutama karya sastra berbentuk drama.

Pembahasan 

Drama Bulan Muda yang Terbenam karya La Ode Balawa ini mengisahkan tentang kisah dua insan manusia yang menjalin hubungan asmara, tetapi hubungan mereka dikekang oleh orang tua wanitanya, karena orang tua si wanita itu sudah menjodohkannya dengan laki-laki pilihan ayahnya. Drama yang diangkat melalui cerita rakyat dari daerah buton, Sulawesi Tenggara adalah contoh betapa kita tidak bisa memilih sendiri pendamping hidup sendiri yang kita anggap baik atau pantas untuk bersama mengarungi hidup, melainkan seakan-akan jodoh dari seorang anak ditentukan oleh orang tua masing-masing. Dalam drama ini tema yang terdapat  ialah kekuatan cinta,  pengarang mencoba mengisahkan kisah cinta dua insan manusia yang begitu kuat bahkan kematian pun tak menjadi halangan bagi mreka untuk tetap menjalani hubungan yang mereka akui adalah suci. Pengarang juga menceritakan  betapa orang yang miskin atau orang yang dari kalangan bawah dilarang mencintai orang dari kalangan atas atau anak raja, karena perbedaan derajat itu cinta harus mengalah meskipun pada kenyataannya dalam cerpen ini terjadi pemberontakan atas nama cinta yang dilakukan tokoh La Domai dan tokoh Wani, karena cinta mereka tidak direstui oleh orang tua Wani, maka mereka mengambil keputusan untuk kabur bersama, dan sumpah untuk sehidup semati mereka jalani. Pemberontakan mereka berujung kematian, karena ayah Wani menyuruh kakak Wani yaitu La Ngkaliti untuk membunuh anaknya sendiri dan kekasihnya karena telah berani melawan kemauannya. Dengan terpaksa pun La Ngkaliti sebagai kakak Wani membunuh La Domai, kekasih Wani, dan Wani pun bunuh diri karena mengetahui kekasihnya telah mati, pengarang mencoba menggabarkan betapa dahsyatnya kekuatan sumpah yang diucapkan tokoh Wani, yang mengatakan hanya mautlah yang dapat memisahkan mereka berdua, di sini terdapat kritik yang positif bagi kehidupan. Jika dihubungkan dengan kehidupan di masa sekarang, di mana di zaman dulu kesakralan sumpah yang diucapkan oleh seseorang itu harus dipegang teguh kekuatannya karena sumpah itu adalah janji kepada sang Pencipta dan alam sebagai saksinya. 
Jika melanggar sumpah adalah hal yang sangat memalukan, dalam drama tersebut mengisahkan hampir tidak ada manusia pada masa itu yang melanggar sumpahnya. Jika dibandingkan di masa sekarang sumpah tidaklah begitu sakral atau suci, karena keyakinan yang sudah mulai pudar  tentang arti sumpah yang sebenarnya. Sangat banyak kita dapatkan di masa sekarang janji seakan tak berarti apa-apa lagi. Janji hanya sekedar janji belaka, kritik dalam drama ini bila diumpamakan pejabat-pejabat kenegaraan yang sebelum menjadi pejabat berbagai janji dari mulut mereka keluar dengan begitu saja tetap kenyataannya setelah menjadi pejabat kenegaraan yang sesuai dia inginkan janjinya itu pun terlupakan begitu saja entah karena jabatan yang didapatkan membuatnya terlena hingga melupakan janji-janji  yang pernah diucapkan. Di sini sangat terlihat perbedaan yang ingin dikemukakan pengarang jika melihat dari sudut pandang tentang sumpah. Sumpah bahkan tak memiliki arti apa-apa lagi pada masa sekarang, sumpah bagaikan sesuatu ucapan biasa-biasa saja yang ingin diucapkan seseorang untuk meyakinkan. Namun mengeluarkan kata-kata sumpah maupun janji itu tidak sama sekali meyakini makna sumpah yang sebenarnya, seharusnya janji ataupun sumpah yang pernah diucapkan itu ditepati sebagaimana dalam drama ini. Tokoh Wani bersumpah kepada La Domai kekasihnya dan sumpahnya itu pun ditepatinya meski harus mengorbankan nyawanya karena sumpah setianya itu.
Selain perbandingan dari pengarang mengenai nilai sumpah pada zaman kerajaan di Buton dan nilai sumpah pada zaman sekarang, kisah cinta yang berakhir dengan perpisahan yang berujung kematian juga dikisahkan dalam kisah cinta Romeo dan Juliet. Cinta yang begitu kuat, dan janji sehidup semati meskipun pada akhirnya cinta yang mereka pertahankan berujung dengan kematian. Cinta mereka tidak berakhir dengan bahagia, melainkan berakhir dengan tragis dan menyedihkan.  Seperti itu pulalah pengarang mencoba mengisahkan dan menyajikan drama Bulan Muad yang Terbenam, namun dalam drama ini ceritanya diangkat melalui cerita rakyat dari daerah Buton. Sedangkan Romeo dan Juliet adalah kisah yang berasal dari luar negeri. Romantisisme yang digambarkan pengarang dalam drama Bulan Muda yang Terbenam juga sangat mewarnai drama ini. Di mana keegoisan untuk sesuatu hal sangat ditonjolkan. Romantisisme memang terkesan melebih-lebihkan pada kedua drama tersebut, karena pada kenyataannya sangat jarang terdapat sepasang kekasih yang rela mati mempertahankan cintanya di masa sekarang ini. Walaupun itu ada mungkin salah satu pihak yang mengakhiri hidupnya karena perasaan ingin memiliki yang tidak memakai logika dan akal sehat, misalnya seseorang mengakhiri hidupnya dengan cara bunuh diri karena orang yang dicintainya berkhianat dan pergi meninggalkannya bukan karena kesetiaan dari keduabelah pihak yang saling mencintai, seperti yang digambarkan pengarang dalam naskah Bulan Muda yang Terbenam karya La Ode Balawa tersebut. Keegoisan salah satu pihak yang tidak memikirkan kehidupan orang lain, pengarang mencoba menggambarkan bagaimana keegoisan itu adalah hal yang seharusnya tidak terjadi, menjadi mutlak terjadi meskipun kepedihan dan kesedihan menjadi akhir dari semua akibat keegoisan asalah satu pihak.
Berbagai sudut pandang pengarang mewarnai naskah drama karya La Ode Balawa ini, dari sudut pandang kelestarian sastra yang ada di  masing-masing daerah yang ada di Indonesia khususnya sastra lisan yang keberadaannya hampir punah, bahkan mungkin sebagian sastra lisan yang ada di Indonesia khususnya di Sulawesi Tenggara sudah ada punah karena  kurangnya kemauan untuk meneruskan sastra lisan dari daerah masing-masing. Di sini pengarang mencoba memperkenalkan sastra lisan berbentuk mantra, yang ada di daerah Buton yang merupakan warisan nenek moyang daerah itu. Dalam naskah, tokoh Amangkali, ayah Wani sewaktu adegan pertemuan dengan keluarga dan pejabat kerajaan pembacaan mantra dari daerah Buton itu dilakukan pada saat pembukaan pertemuan dalam kerajaan itu, yang pada masa itu, mantra tersebut  berguna sebagai do’a bagi mereka yang mempercayainya dan juga sebagai tolak bala agar bencana tidak menghampiri wilayahnya, khususnya lingkungan kerajaan Mata Sangia yang berada di daerah Buton tersebut. Melalui mantra itu pengarang sangat jelas mempunyai motivasi untuk melestarikan sastra lisan yang ada di Buton melalui drama Bulan Muda yang Terbenam. Mengingat sastra lisan sudah mulai punah, pengarang melestarikannya dalam naskah drama yang nantinya baik pembaca maupun penonton drama tersebut mengetahui budaya leluhur yang ada di daerah Buton maupun daerah manapun harus dijaga kelestariannya meskipun globalisasi semakin deras mengalir di Indonesia. 
Bila dibandingkan dengan naskah drama yang berjudul Dilarang  Kawin (Iwan Djibran) juga memiliki kesamaan, yang mana dalam naskah Bulan Muda yang Terbenam tokoh Wani yang begitu mencintai tokoh La Domai tidak direstui oleh orang tuanya yakni Amangkali, karena tidak sederajat. Dan dalam naskah Dilarang Kawin tokoh Susi Hong yang merupakan anak keturunan Cina yang menjalin hubungan dengan tokoh Drajat juga tidak mendapat restu dari orang tua keduanya. Perbedaan pada naskah Dilarang Kawin mengenai status kewarganegaraan yang menjadi masalah. Sedangan dalam naskah drama Bulan Muda konfliknya pada status derajat  sosial yang berbeda yang mana tokoh Wani dari keluarga raja sedangkan tokoh La Domai berasal dari keluarga yang sederhana atau bukan keturunan Ningrat.
Melihat apa yang diceritakan pengarang dalam drama Dilarang Kawin, naskah tersebut menceritakan bagaimana pasangan yang saling mencintai memiliki perbedaan kewarganegaraan yang mana tokoh Susi Hong adalah berasal dari negara Cina sedangkan Drajat dari Indonesia. Namun Susi Hong bertempat tinggal di Indonesia dan dia tidak perduli dengan status kewarganegaraan itu. Bagi tokoh Susi Hong perbedaan kewarganegaraan tidak bisa menghalangi untuk mencintai dan dicintai oleh tokoh Drajat. Begitu pula tokoh Drajat. Ia juga tidak memperdulikan perbedaan status kewarganegaraan itu. Dalam naskah ini kedua orang tua dari kedua belah pihak sama-sama tidak  menyetujui jika mereka berdua menikah, yang mana menurut orang tua Susi Hong orang  pribumi atau orang Indonesia itu tidak pantas dengan orang Cina, begitu pula ayah Drajat yang tidak mau mempunyai menantu  yang berkewarganegaraan Cina itu. Bagi ayah Drajat, Susi Hong yang merupakan warga negara Cina itu hanyalah parasit dan hanya benalu bagi bangsa. Drajat telah dijodohkan dengan tokoh Dewi yang berkewarganegaraan Indonesia namun Drajat tidak menyukai Dewi dia hanya mencintai Susi Hong. Namun meskipun mereka bersikeras untuk mempertahankan hubungan mereka, tetap saja pada akhirnya mereka berdua tidak bisa bersatu. 
Dalam drama Dilarang kawin juga memiliki nilai moral, sma dengan naskah Bulan Muda Yang Terbenam. Nilai moral yang ada dalam naskah Dilarang Kawin yang ingin disampaikan pengarang kemungkinan mengenai konflik antar negara yang hingga saat ini masih banyak terjadi, seharusnya kedamaian antara negara itu harus tercipta, perbedaan kewarganegaraan antara tokoh Drajat dan Susi Hong membuat cinta yang mereka rajut terhalang. Di sini dapat dilihat berdasarkan sudut pandang pengarang yang mencoba menimbulkan perasaan cinta, kasih sayang dan saling menyayangi dengan tulus, gambaran dari beberapa indahnya jika dua negara yang memiliki perbedaan baik dari segi politik, ekonomi, sosial, dan budaya bersatu dan menjalin hubungan antar negara yang baik hingga tercapailah perdamaian antara negara. Pengarang juga mencoba melihat sudut pandang betapa perbedaan yang begitu kuat dapat membuat suatu hal yang indah bila bersama menjadi hancur  dan tidak bisa bersatu. Ini gambaran yang ingin disampaikan pengarang dalam naskah Dilarang Kawin yang mana perbedaan status warga negara akhirnya membuat dua orang yang saling mencintai tidak bisa bersatu. Pengarang mencoba menggambarkan kekuatan cinta pun tak bisa menyatukan dua keluarga apalagi untuk menyatukan dua negara yang pemerintahannya begitu besar. Pengarang memunculkan bagaimana perselisihan antar negara itu masih terjadi. Melihat kenyataan banyak negara tidak mau berdamai dengan negara tertentu. Perselisihan terus terjadi sejak zaman penjajahan hingga sekarang masih ada saja negara yang tidak bisa berdamai dan menyelesaikan masalah dengan kepala dingin melainkan angkat senjata dan kematian seakan itulah cara terbaik untuk menyelesaikan masalah. 
Ini terlihat drama ini larangan keras dari orang tua Drajat maupun orang tua Susi Hong melarang keras mereka untuk bersatu. Cinta yang mereka rajut merupakan gambaran hal yang indah jika mereka bersatu dan menjadi sepasang suami istri. Namun karena ke tangan orang tua mereka pun tak bisa bersatu. Begitu pula gambaran negara yang saling berselisih, meskipun pada dasarnya kedua negara yang berselisih itu mencintai perdamaian. Tetapi karena keegoisan mempertahankan pendapat masing-masing kerinduan akan kedamaian yang mereka rasakan tidak mengalahkan keegoisan mereka  tidak bisa berdamai.
Kejadian yang sama pada naskah drama Bulan Muda yang Terbenam karya La Ode Balawa, yang intinya juga dilarang kawin oleh ayahnya meskipun pada drama ini bukan atas dasar perbedaan kewarganegaraan antara tokoh Wani dan tokoh La Domai melainkan karena Wani adalah putri orang ternama pada masa itu sedangkan La Domai adalah keturunan rakyat biasa. Namun pada dasarnya kedua naskah tersebut yang menjadi penghalang sebuah hubungan adalah status sosialnya yang menurut mereka tidak pantas jika bersatu dalam suatu hubungan apalagi ikatan pernikahan. Pengarang naskah Bulan Muda yang Terbenam mencoba melihat dari sudut perbedaan status sosial yang berbeda itu, banyak menjadi pengahalang bagi suatu hubungan dalam kehidupan nyata. Banyak sekali kita jumpai misalnya saja orang yang status sosialnya berada di bawah selalu tidak disetujui oleh orang tuanya maupun pihak keluargabta, bukan hanya hubungan cinta saja melainkan hubungan pertemanan juga dalam kenyataan banyak orang yang status sosialnya berada di bawah.
Dalam naskah drama Bulan Muda yang terbenam pengarang juga menceritakan bahwa keegoisan sepihak hendaknya jangan terjadi, dengan mementingkan diri sendiri tidak akan berdampak baik bagi kehidupan ataupun bagi lingkungan. Justru yang terjadi adalah kerugian bagi diri sendiri maupun orang lain. Jika di lihat dari sisi budayanya, dalam naskah Bulan Muda Yang Terbenam, dan dalam naskah dilarang kawin, memiliki nilai budya yang ingin disajikan pengarang masing-masing dalam naskah tersebut. Dalam naskah Bulan Muda yang Terbenam memiliki nilai budaya yakni sastra lisan yang dibaca tokoh Amangkali pda saat mengadakan pertemuan kelurga, pengarang mencoba menampilkan bagaimana sastra lisan yang ada di daerah Buton. Dalam naskah Dilarang Kawin juga memiliki nilai budaya yang ingin disampaikan pengarang terhadap pembaca atau penikmat drama, dapat dilihat dari tokoh ayah derajat yang merupakan keturunan kewarganegaraan yang tidak setuju jika anaknya menikah dengan orang keturunan Cina, kemungkinan dalam pikiran pengarang jika tokoh derajat dan tokoh Susihong menikah maka akan terjadi percampuran budaya antara budaya Indonesia dengan budaya Cina, ada dua kemungkinan yang akan terjadi jika dua budaya itu menyatu, yang pertama ialah semakin kayanya atau berrfariasinya percampuran dua budaya, ataukah semakin lemahnya budaya Indonesia jika diatukan dengan budya Cina. Pada kemungkinan pertama akan berdampak baik bagi kedua budya tersebut, karena semakin kaya dan berkembangnya dua budaya yang berbeda dalam satu ikatan atau hubungan. Sedangkan kemungkinan kedua justru budaya Indonesia akan semakin melemah jika disatuakn dengan budaya lain.

Kesimpulan 
Drama Bulan Muda yang Terbenam karya La Ode Balawa memiliki banyak kekhasan mengenai isi cerita. Dalam drama ini, kisah cinta yang berakhir dengan kematian, kekuatan, dan kesakralan sebuah janji atau sumpah pada zaman dahulu dan zaman sekarang serta nilai budaya  berbentuk sastra lisan dari daerah Buton yang diangkat pengarang sebagai wujud kecintaan karya sastra di daerahnya dengan cara mencantumkan dalam naskah dramanya. Agar sastra lisan yang ada tidak mengalami kepunahan. Bulan Muda yang Terbenam  merupakan drama yang diangkat  dari cerita rakyat daerah Buton yang menggambarkan kisah kehidupan pada zaman kerajaan di Buton.
Begitu pula dalam naskah drama di larang kawin keegoisan salah satu pihak yang mementingkan diri sendiri dan tidak memikirkan keadaan orang lain sehingga orang lain menjadi menderita karena tidak memiliki kebebasan untuk memilih dan menentukan jalan hidupnya.
Daftar Pustaka 

Djibran, Iwan. 2005. Antologi Drama Sulawesi Tenggara. Kendari: Kantor Bahasa Sulawesi Tenggara.
Hidayat, ahid. 2009. Kontrapropaganda dalam Drama Propaganda, Sejumlah telaah. Kendari: FKIP Unhalu.
Wahid, Sugira. 2004. Kapita Selekta Kritik Sastra, cetakan kedua. Makassar: Jurusan Bahasa dan Sastra Indonesia dan Daerah Universitas Negeri Makassar (UNEM).




1 komentar:

Ivana Angel mengatakan...

ka boleh aku minta naskah drama Drama Bulan Muda yang Terbenam karya La Ode Balawa dan Dilarang Kawin Karya Iwan Djibran?
soalnya aku butuh sekali naskah yang mengangkat adat dan budaya indonesia. terima kasih kakak.

Posting Komentar