Suatu hari di keheningan malam, saat aku membaca buku di kamarku. Langit malam yang biasanya kelam, kali ini terlihat cerah bertabur bintang yang bersinar di langit. Kulanjutkan membaca buku yang sempat tertunda oleh indahnya langit yang tak sengaja tertangkap sudut mataku, kubaca baris demi baris yang entah benar-benar kupahami isinya atau tidak. Setelah membaca buku, aku tertidur dengan pulasnya tanpa mendengarkan bisingnya kendaraan yang lalu lalang di sekitar rumah dan akupun jatuh ke mimpi yang dalam.
“Yun..Yuniiiii..Yuni bangun, sudah subuh!”. Kudengar teriakan mamaku yang membangunkanku untuk shalat.
Aku belum sepenuhnya bangun dari tempat tidurku, hanya masih duduk terdiam di tempat tidurku itu. Sepertinya tadi malam aku tidur rusuh sekali, aku menyadarinya setelah melihat posisi tidurku yang sudah tidak sesuai dengan posisiku sebelum aku tidur semalam, ditambah lagi dengan seprei pink kesukaanku yang sudah kusut, tapi aku tidak peduli, yang ku tahu hari ini aku harus memulai hari dengan indah. Aku bergegas beranjak ke kamar mandi biar hari ini aku nggak terlambat masuk kampus. Yah, maklumlah kebiasaan melamun malam sampai telat untuk bangun subuh. Pakaian yang akan kukenakan ke kampus sudah tertata dengan rapi di lemari, yaaaa tinggal mata dan tangan ini yang pandai-pandai memilih untuk dipakai hari ini. Sudah setahun belakangan ini aku memang sedang mengoleksi pakaian-pakaian yang aku hunting dari majalah-majalah terkenal. Dan kebanyakan diantaranya adalah pilihan mama yang menurutnya is the best. Ibuku adalah orang yang paling cantik dan paling baik sedunia, dan aku adalah anak kesayangannya. Walaupun anak kesayangan, tetap saja aku dibiarkan harus mengendarai motor sendiri ke kampus, kata mama sih biar aku nggak dimanjakan secara berlebihan dan tidak menimbulkan kecemburuan sosial terhadap adikku, Rama yang masih duduk di bangku Sekolah Menengah Pertama.
Setelah sarapan, aku bergegas ke kampus “Bu, aku ke kampus dulu yach?” sambil memanaskan motor MIO-ku ala scutter matic.
“Iya nak, hati-hati bawa motornya” sahutan ibu membalas ucapan pamitku.
Di kampus mata kuliah hari ini benar-benar membosankan. Rasanya hari ini aku datang ke kamus hanya untuk mengisi absen saja. Hanya cukup mengangkat tangan, tanda kehadiran ketika nama “Yuni Mahadiyanti” dipanggil oleh dosen, sesudah itu rasanya mau tidur, mau istirahat atau internetan lewat hp.
Baru saja aku akan membuka facebook lewat opera mini yang ada di hpku, tiba-tiba lagu yang tak asing di telingaku “I’m Yours” dari Jazon Miraz berbunyi keras di saku celana jeans yang aku kenakan.
“Assalamualaikum” sapaku.
“Wallaikum salam, ini Yuni ya?”
“Yaa aku sendiri, ini siapa yach?”
“Ini dengan Arif Budiman”jawabnya singkat.
Sambil mengingat-ingat daftar nama yang tersimpan di memoriku, gambaran tentang nama itu, memang sudah tak asing lagi. “Kak Arif seniorku yah?” tambah penasaran.
“Ketua BEM Faperta dulu, masa lupa sih?”
“Oooh iyaaaa..apa kabar kak? Lagi dimana sekarang?” aku memulai pembicaraan.
“Lagi di BEM Faperta sekarang. Bisa ketemuan nggak sekarang?” semakin memperdalam pembicaraan.
“Oh bisa, kebetulan aku juga sudah selesai kuliah” jawabku tanpa ragu-ragu.
“Kamu ke Faperta aja ya, nanti aku jemput di parkiran kampus”.
“OK. Aku menuju ke sana sekarang kak!” dengan semangat yang berkobar-kobar, entah semangat dari mana yang aku dapatkan, setelah seharian ini tiga mata kuliah berturut-turut aku selesaikan.
“Yaa, nanti kalau adek sudah sampai, sms saja”.
“Iya kak”.
“Assalamualaikum dek” sambil menutup telepon genggang, tiba-tiba suara sorakan dari sekitarnya terdengar jelas di telingaku. “Ciiiieeeee, prikitiiiw!”
“Walaikum salam kak” sambil menahan rasa geliku ketika mendengar sorakan itu.
Kebiasaan melamun malamku, aku tinggalkan sejenak. Dan hari itu, aku ingat betul peristiwa tiga tahun lalu. Waktu itu hujan deras mengguyur kota Kendari, disertai angin kencang dan petir menyambar-nyambar. Aku berdiri di koridor kampus sambil menunggu hujan reda. Saat itu dia menghampiri aku dan teman-temanku. Di saat yang bersamaan pula tubuhku menggigil kedinginan. Air hujan seolah menenggelamkan aku. Petir seolah menyambar-nyambar tubuhku dari berbagai sisi. Belum lagi angin kencang, seolah ingin menerbangkan aku dari koridor itu. Bagaimana tidak? Orang yang paling disanjung-sanjung, disegani, dan dihormati ketika OSPEK sudah berada di depan mataku.
“Bawa motor dek?” tanyanya lantang dengan suara bassnya.
“Tidak kak, soalnya hujan dari pagi. Jadi naik mobil pete-pete ke kampus” jawabku dengan berani.
Teman-teman seangkatanku heran melotot memandangiku. Sepertinya pemandangan ini untuk pertama kalinya mereka lihat. “Hmmmm bisa temani aku cuci foto?” lanjutnya.
“Haaa…ooohhh tapi kak, sekarang kan hujan?”
“Yaa maksud aku sebentar kalau hujannya reda”.
“iyyaaa..insyaallah” Jawabku singkat. Entah jimat apa, mantera apa, kekuatan konyol apa yang ia punya, sampai-sampai sore itu hujan pun reda. Pelangi pun mewakili perasaan teman-teman sekelasku ikut tersenyum dengan hadir menghiasi langit yang tadinya mendung.
“Apes dech” kesalku dalam hati. Dan sore itu pun juga aku menemani sang ketua BEM Fakultas Pertanian yang menjadi incaran anak-anak MABA dan tidak absen juga senior-seniorku yang menggila-gilakan sang pemimpin yang satu ini.
Yang lebih apesnya lagi, ternyata kami ditemani oleh dua orang bodyguard kak arif yang siap siaga kalau-kalau dibutuhkan bantuan mereka. Motor Thunder yang kami kendarai melaju dengan kencang seperti pembalap yang sudah profesional saja. Sedangkan dua rekan kak arif mengendarai motor satria yang bunyinya sangatlah bising. Tanganku tetap merapat di atas kedua pahaku, aku tak sedikit berbicara di dalam perjalanan. Menerima tawaran sang ketua ini adalah kegiatan konyol yang pernah aku lakukan dan menyita waktuku bersama teman-teman genkku. Tidak cukup sampai disitu skenario perjalanan kami. Selanjutnya kami menuju MTQ, tepat di pinggir lampu merah SD Kuncup. Kami berempat makan es teler. Ini pun karena ajakan kak Arif yang serta merta aku harus menerima ajakan tersebut.
Lampu merah, kuning, hijau berganti-gantinya menduduki posisinya. Kendaraan yang berlalu lalang pun dengan tertib mengikuti alunan warna-warni yang menghiasi besi berbentuk tabung itu dengan sedikit aliran listrik.
“Bu, es telernya 3, es pisang ijonya 1” pesan kak arif kepada pemilik jajakan es teler.
“Oooh ya tante, pisang ijonya jangan dikasih kacang ya?” tambahku.
“Dek.. sebenarnya saya mengajak kamu ke sini ingin membicarakan sesuatu”
Tiba-tiba rasa penasaranku muncul